Jakarta – Koalisi Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia memberikan apresiasi positif atas penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM), Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tentang Penguatan dan Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Bagi Korporasi, Rabu (3/7/2019) di Jakarta.

Penandatanganan MoU yang juga dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut merupakan pelaksanaan rencana aksi pencegahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, yang salah satu rencana aksinya berkaitan dengan penyediaan dan pemanfaatan basis data Beneficial Ownership (BO)[1]. MoU ini juga merupakan pelaksanaan Perpres Nomor 13 Tahun 2018 tentang Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPU/PT). Beleid ini mewajibkan setiap korporasi (seperti perseroan terbatas, yayasan, perkumpulan, koperasi, persekutuan komanditer, persekutuan firma, dan bentuk korporasi lainnya) untuk menetapkan, melaporkan, dan melakukan pembaharuan ‘Pemilik Manfaat’ dari korporasi. Beleid ini juga memandatkan pemanfaatan data BO oleh instansi terkait dalam rangka mencegah tindak pidana korporasi dan meningkatkan kinerja sektor yang menjadi core issue dan kewenangan di masing-masing instansi Kementerian/Lembaga terkait.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia mengungkapkan: “pendandatanganan MoU ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui pencegahan tindak pidana korporasi sudah berada di “jalur yang tepat”. Upaya pemerintah untuk menguatkan basis data beneficial ownership ini patut didukung di tengah tantangan ekonomi, makin canggihnya aktor perusahaan dalam memanfaatkan struktur korporasi yang makin kompleks, berjenjang, dan rumit, yang menciptakan celah tindak pidana korporasi, baik berupa celah penggelapan/penghindaran pajak, korupsi, pencucian uang maupun pendanaan terorisme/narkotika dan bentuk bentuk kejahatan lainnya.

Tak hanya untuk kepentingan penegakan hukum semata, basis data pemilik manfaat perusahaan yang kuat, akurat dan mudah diakses dapat meningkatkan kinerja penerimaan negara dan pajak, serta mencegah resiko resiko kegiatan ekonomi dan pembiayaan seperti pengadaan barang dan jasa, hingga proyek-proyek infrastruktur dan layanan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak”. Di sisi lain, keterbukaan BO bagi pihak swasta tentunya dapat meningkatkan kinerja dan ekosistem perekonomian yang fair, kompetitif dan bermutu” imbuhnya.

Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi dan Pengembangan Program PWYP Indonesia mengingatkan bahwa penandatanganan MoU ini harus disertai dengan semangat adanya transparansi dan keterbukaan informasi publik sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 Perpres 13 Tahun 2018. Indonesia sebagai salah satu negara pelaksana Extractive Indutries Transparency Initiatives (EITI) juga telah memiliki peta jalan keterbukaan BO di sektor ekstraktif, serta telah diwajibkan untuk mempublikasikan data BO perusahaan minyak bumi dan gas (migas) dan pertambangan mineral dan batubara (minerba) per tanggal 1 Januari 2020, tahun depan.

Aryanto juga mendesak Pemerintah agar MoU ini ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkret seperti memperbaiki regulasi, sistem dan kelembagaan manajemen data, mekanisme verifikasi data, mekanisme interfacing dan interperiobilitas data antar instansi, mekanisme pertukaran data maupun mekanisme publikasi data tersebut kepada publik. Langkah-langkah ini memiliki momentum yang tepat dengan telah diterbitkannya Perpres Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data beberapa hari yang lalu. Basis data BO yang kuat harus disertai dengan upaya yang jelas dan tepat dalam pemanfaatannya.

“Setidaknya 6 (enam) Kementerian yang telah mendatangani MOU ini harus benar-benar memanfaatkan basis data yang ada dengan model koordinasi yang efektif dan efisien. Baik dalam hal penguatan data, singkronisasi, pemanfaatan, peningkatan kapasitas, maupun hal-hal lainnya yang dibutuhkan guna mengoptimalkan penguatan dan pemanfaatan data BO. KPK dan Publik tentu saja akan terus memantau apakah MoU ini benar-benar menghasilkan dampak yang nyata dan positif dalam pencegahan dan penindakan tindak pidana serta terkait dengan serta meningkatkan penerimaan negara/pajak, dan kinerja pencegahan korupsi di dalam berbagai sektor pemerintahan

Lebih lanjut, Maryati Abdullah menekankan bahwa penerapan keterbukaan BO ini sejalan dengan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik, terutama di era keterbukaan dan transparansi, terlebih di dalam ekosistem teknologi informasi dan kegiatan ekonomi global yang lintas negara/ melampaui batas batas jurisdiksi. Perlu dicatat, Indonesia menjadi pionir dalam inisiatif Keterbukaan Pemerintahan – Open Government Partnerhsip (OGP) di tingkat global, sehingga kemajuan ini perlu juga untuk didorong ke negara negara lain melalui kerja sama yang tentunya saling menguntungkan.

Terlebih, tedapat sejumlah komitmen yang telah disepakati oleh Pemerintah melalui berbagai kerja sama internasional. Mulai dari inisiatif High Level Principle on Beneficial Ownership and Transparency, keanggotaan Indonesia dalam  FATF (Financial Act Task Force), maupun komitmen untuk menghalau BEPS (Base Erosion Profit Shifting) yang terus dikuatkan dalam kerja sama negara-negara G20. “Indonesia harus dapat memainkan peran lebih dalam kerja sama global tersebut yang menguntungkan bagi kepentingan nasional, dimana untuk mencapai hal tersebut tentunya juga membutuhkan kesiapan kita di dalam negeri – baik dari sisi kebijakan maupun dalam pengembangan sistem dan efektifitasnya”. Imbuhnya.

 

Contact Person :

Maryati Abdullah – maryati@pwypindonesia.org (+6282125238247)

Aryanto Nugroho – aryanto@pwypindonesia.org (+6281326608343)

 

[1] Aksi Perizinan dan Tata Niaga, khususnya sub-aksi Perbaikan Tata Kelola Data dan Kepatuhan Sektor Ekstraktif, Keuangan, dan Perkebunan. Aksi pencegahan korupsi 2019-2020 selengkapnya dapat dilihat melalui link berikut: https://stranaspk.kpk.go.id/id/fokus-aksi/perijinan-tata-niaga