PWYP Indonesia saat ini sedang menyusun analisis laporan Extractive Industry Transparency Initiative (EITI). Dalam laporan itu nantinya akan disinggung mengenai sejarah EITI dan peran serta masyarakat sipil dalam mendorong pelaksanaan inisiatif tersebut.

EITI merupakan standar global bagi transparansi penerimaan negara dari sektor ekstraktif, yaitu minyak, gas bumi, mineral, dan batubara. Laporan EITI berupaya untuk merekonsiliasi laporan pembayaran dari perusahaan berupa pajak, royalti, maupun in kind (natura), dan laporan penerimaan negara yang didapatkan dari industri ekstraktif.

Untuk mendalami lebih jauh tentang sejarah EITI dan peran masyarakat sipil, Sekretariat Nasional PWYP Indonesia mengundang Ridaya La Ode Ngkowe, Koordinator Nasional PWYP Indonesia yang pertama (207-2012), sebagai narasumber dalam diskusi yang diadakan beberapa waktu lalu.

Menurut Ridaya, EITI lahir karena dorongan dari gerakan masyarakat global di tahun 2000, yang menginginkan adanya transparansi dan akuntabilitas di sektor ekstraktif. Hal ini sejalan dengan berbagai inisiatif lain, salah satunya adalah inisiatif Kimberley Process, sebuah inisiatif bersama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil untuk membendung konflik berlian.

Setelah EITI Global Conference di Oslo di tahun 2006, masyarakat sipil melakukan konsolidasi sekaligus outreach ke pemerintah (Kementrian/Lembaga) dan tokoh-tokoh seperti Prof. Dr Emil Salim untuk mendesak agar segera mengimplementasikan EITI di Indonesia.

Seiring berjalannya proses konsolidasi, Civil Society Organization (CSO) menyusun Naskah Akademik dan draf regulasi yang akan menjadi payung hukum pelaksanaan EITI Indonesia. Di samping itu, CSO melakukan kampanye publik pentingnya penerapan EITI di Indonesia.

Pada tahun 2007 Menteri Keuangan pada saat itu Sri Mulyani menyatakan dukungan bagi EITI. Sedangkan Wakil ketua KPK saat itu, Erry Ryana Hardjapamekas, dan Deputi KPK untuk Pencegahan, Waluyo, meninjau persiapan dasar hukum pelaksanannya.

Inisiatif EITI akhirnya disambut baik oleh Wimpy S Tjejep (Ex Deputi Kemenko Perekonomian) dan melalui Husein (Ex Asdep/Ex Dirut Pertamina), Wimpy mencoba menawarkan ke pihak-pihak terkait. Fasilitasi ini telah membantu mempersiapkan pelaksanaan EITI sekaligus pembahasan draft perpres yang disusun, hingga akhirnya Perpres nomor 26/2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah dari Industri Ekstraktif ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ridaya menekankan, belajar dari pengalaman penerapan EITI di Indonesia, CSO harus mampu memetakan aktor dan menemukan champion di pemerintah untuk mempermudah diterimanya inisiatif-inisiatif yang didorong.