Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga sebagai daerah dengan jumlah izin usaha pertambangan (IUP) terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB tahun 2018, ada 33 IUP di daerah itu dengan lua area tambang mencapai 4.743 hektar.

Warga menunjukkan salah satu tahapan penambangan emas tradisional di Sekotong Foto: PWYP Indonesia, 2014

Pertambangan emas tanpa izin (PETI) juga marak di Kabupaten Lombok Barat, utamanya di Kecamatan Sekotong. Mulanya PETI hanya ditemukan di Dusun Kayu Putih, Desa Pelangan, PETI namun kemudian menyebar ke dusun-dusun sekitar seperti Dusun Lendak Bare, Dusun Mahoni hingga Dusun Batu Montor. Kesulitan ekonomi lah yang menjadi penggerak masifnya PETI di Kecamatan Sekotong. Banyaknya jumlah warga yang meregang nyawa saat menambang pun tak mampu menghentikan operasi PETI.

Banyaknya usaha tambang berdampak pada kelestarian lingkungan wilayah Lombok Barat. Masifnya penambangan pasir di daerah ini menyebabkan pergeseran bibir pantai dan mengganggu aktivitas para nelayan. Bahan kimia seperti merkuri dan sianida yang digunakan PETI juga mencemari daerah aliran sungai. Kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar sungai pun terancam.

Warga Lombok Barat tak tutup mata terhadap kerusakan lingkungan dan ancaman kesehatan dari usaha pertambangan. Namun, mereka tak tahu harus berbuat apa.

“Kami tidak punya informasi apapun. Bahkan, kami tidak tahu apakah tambang di dekat rumah kami berizin atau tidak. Kalaupun kita bertanya ke pemerintah atau perusahaan, mereka selalu menanyakan apa urusan kami menanyakan hal tersebut. Informasi terkait izin pertambangan merupakan barang langka”, keluh Jamhur, seorang warga Kecamatan Sekotong yang mengikuti pelatihan”Memahami Ruang Partisipasi Masayarakat dalam Pengawasan Pertambangan” yang diadakan PWYP Indonesia bersama SOMASI NTB pada akhir Maret lalu.

Untuk membantu Jamhur dan warga Lombok Barat lain, khususnya di Kecamatan Sekotong, di pelatihan yang terselenggara atas dukungan Hivos South East Asia itu, PWYP Indonesia dan SOMASI NTB memberikan pemahaman kepada warga mengenai hak mereka untuk memperoleh informasi publik, termasuk dokumen izin tambang, sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Dengan adanya UU KIP, warga tidak perlu lagi takut menghadapi intimidasi dari oknum tertentu.

Jamhur menyiapkan surat permohonan informasi izin kepada instansi terkait. Foto: SOMASI NTB, 2019

Setelah mengetahui dan memahami haknya, Jamhur mewakili warga Kecamatan Sekotong pun melayangkan permohonan informasi terkait dokumen perizinan pertambangan di Kabupaten Lombok Barat kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) dan Dinas ESDM Provinsi NTB.

Jamhur meminta tiga informasi kepada dua instansi itu, antara lain: daftar dan dokumen IUP yang beroperasi di wilayah Kabupaten Lombok Barat; dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan dokumen upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL); dan informasi mengenai pembayaran royalti perusahaan pertambangan di Kabupaten Lombok Barat.

“Setidaknya, dengan uji akses yang kami lakukan, nantinya kami memiliki informasi untuk jadi pegangan kami dalam mengawasi pertambangan di daerah kami. Kami jadi tahu apa saja kewajiban yang harusnya dilakukan oleh perusahaan dan bisa kami bandingkan dengan fakta di lapangan”, jelas Jamhur.

Gambar ini mengekspresikan harapan Jamhur dan warga Lombok Barat yang menginginkan agar lingkungan di daerahnya kembali lestari. Foto: PWYP Indonesia, 2019

Sebelum pertambangan menjamur di Kabupaten Lombok Barat, wilayah ini terkenal memiliki perbukitan dan pegunungan yang indah. Namun kini, bukit dan gunung itu telah keropos dan penuh lubang galian tambang. Tanah yang dulu hijau, kini gersang akibat ekspansi pertambangan. Sungai yang dulu jernih, kini tercemar limbah pertambangan.

“Yang membuat kami tergerak untuk terlibat mengawasi pertambangan adalah melihat lingkungan yang kian hancur. Kami berharap, dengan keterlibatan kami, kami bisa mengembalikan lingkungan seperti sedia kala. Gunung kembali lestari, sungai tak lagi tercemar, hasil sawah meningkat seperti 10-15 tahun silam. Dan yang terpenting, masyarakat sejahtera”, pungkas Jamhur.