Ketentuan fiskal untuk Kontrak Karya, Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, sehingga perhitungan penerimaan negara dari kontrak dan izin ini akan berbeda. Karenanya, penting untuk memahami fiscal term di sektor mineral dan batubara. Diskusi PWYP Knowledge Forum (PKF) (1/3) lalu mengundang Johnson Pakpahan selaku Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Minerba, dimana diskusi PKF ini juga merupakan bagian dari workshop Financial Modelling, yaitu penyusunan financial modelling untuk proyek migas dan minerba di Indonesia dan Filipina.
“PNBP di sektor tambang terdiri dari iuran tetap (land rent) dan royalti, dimana ini berlaku untuk IUP, KK, dan PKP2B. Khusus untuk PKP2B, berlaku juga Penjualan Hasil Tambang (PHT),” jelas Johnson Pakpahan. Ia menambahkan, penerimaan iuran tetap bagi IUP dihitung berdasarkan luas wilayah dikalikan tarif yang diatur dalam PP No. 9/2012 tentang jenis dan tarif PNBP yang berlaku di Kementerian ESDM. Dengan tarif 2 USD bagi IUP eksplorasi, dan 4 USD bagi IUP Operasi Produksi. Sedangkan iuran tetap bagi KK dan PKP2B, luas wilayah dikalikan tarif yang diatur dalam kontrak (dengan range USD 0.08 s.d USD 4.00 sesuai tahapan).
Menanggapi hal ini, salah satu peserta financial modelling Asri Nuraeni menanyakan tarif PNBP yang berlaku bagi salah satu Kontrak Karya yang akan dimodelling. “Untuk itu menjadi penting adanya keterbukaan kontrak antara pemerintah dan KKKS ini, sehingga publik bisa ikut serta menghitung berapa seharusnya penerimaan dari perusahaan tersebut,” jelas Asri.
Selain memaparkan perhitungan PNBP, Johnson juga menginformasikan bahwa saat ini Ditjen Penerimaan Mineral dan Batubara sedang mengembangkan sistem E-PNBP. “Saat ini kami sedang memasukkan semua unsur-unsur jenis komoditi ke dalam sistem E-PNBP. Walaupun ada sedikit tantangan dalam pembuatan sistem ini, yaitu PKP2B yang memiliki berbagai macam generasi yang berdampak pada perhitungan yang berbeda pula.
“Penyusunan E-PNBP ini harus mengikuti tahapan produksi dan tiap generasi (untuk PKP2B dan KK). Tidak hanya itu, dalam perhitungan landrent juga perlu menyesuaikan dengan tahapan kegiatan usaha pertambangan. Seluruh perhitungan pembayaran ini akan diverifikasi oleh instansi pemeriksa,” jelas Johnson.
Tidak hanya itu, seluruh data dan sistem teknologi informasi mengenai ESDM akan dikendalikan oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) ESDM. Pusdatin juga menyusun task force untuk melakukan pengujian keamanan data. E-PNBP ini nantinya akan diintegrasikan dengan Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. “Seluruh perhitungan pembayaran akan dimasukkan ke dalam e-PNBP dengan menguji formula perhitungannya juga,” pungkas Johnson [LM].