Koalisi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia sebagai koalisi masyarakat sipil yang mengawal pelaksanaan EITI di Indonesia telah menjalankan mandat untuk melakukan proses pemilihan dan seleksi wakil masyarakat sipil dalam Tim Pelaksana EITI Indonesia 2017-2020 yang menghasilkan 3 (tiga) nama perwakilan Civil Society Organization (CSO) dan 3 (tiga) alternatif.

Bersamaan dengan momentum pergantian Perwakilan CSO tersebut, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyelenggarakan Workshop Review dan Penyusunan Peta Jalan Strategi Organisasi Masyarakat Sipil dalam Mengawal EITI Indonesia, pada (23-24/8) lalu di Jakarta. Kegiatan ini sekaligus menjadi ruang refleksi atas peran CSO dalam pelaksanaan EITI Indonesia serta bagaimana perumusan agenda strategis dan rencana kerja masyarakat sipil dalam mengawal EITI yang lebih solid dan rinci.

Aryanto Nugroho, salah satu perwakilan CSO, mengungkapkan, “refleksi ini untuk menjawab setidaknya 2 (dua hal): (1) Efektivitas masyarakat sipil sebagai salah satu tulang punggung prakarsa EITI Indonesia dalam mengawal proses (standar) EITI; (2) Kemampuan masyarakat sipil untuk menggunakan prakarsa EITI sebagai instrumen (means) untuk mencapai target (ends) yang lebih besar, yaitu perbaikan tata kelola sektor ekstraktif di Indonesia.”

Sejak masa persiapan hingga menjadi negara anggota penuh EITI (Extractive Industries Transparency Initiative) pada 15 Oktober 2010, Indonesia dan masyarakat sipil telah menjalani masa panjang sekitar 7 (tujuh) tahun bergelut dengan prakarsa transparansi penerimaan industri ekstraktif-sektor migas, mineral dan batubara ini.

Di periode awal misalnya (2011 – 2014), CSO mendorong publikasi Laporan EITI yang mentransparansikan informasi terkait penerimaan negara baik pajak maupun non pajak dari perusahaan migas dan tambang agar sesuai dengan Standar EITI. Termasuk, mendorong laporan EITI yang dilengkapi dengan informasi kontekstual mengenai regulasi dan kebijakan, gambaran tata kelola industri ekstraktif, proses alokasi dan tender wilayah pertambangan migas dan minerba, manajemen penerimaan negara, serta tanggung jawab sosial perusahaan ekstraktif

Periode selanjutya (2014 – 2017), CSO mendorong Indonesia menerbitkan Peta Jalan (Roadmap) Transparansi pengendali (pemilik sesungguhnya) perusahaan (Beneficial Ownership-BO) 2017 – 2020 serta Portal Keterbukaan Industi Ekstraktif di Indonesia. Selain itu, CSO juga mendorong EITI bersinergi dengan berbagai inisiatif perbaikan tata kelola lainnya, seperti Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) dan Open Government Parnertship (OGP).

“Workshop ini juga sebagai bentuk konsolidasi masyarakat sipil untuk menyepakati isu strategis, agenda advokasi, dan rencana kerja advokasi masyarakat sipil (2017 – 2020) dalam mengawal proses EITI dan menggunakan EITI sebagai alat advokasi perbaikan tata kelola sektor ekstraktif; serta untuk menyepakati komitmen kontribusi sumberdaya dan pembagian peran dalam melaksanakan hasil-hasil rencana kerja yang disusun” imbuh Aryanto yang juga Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia.


Bagikan