The Papua Journal – Pertemuan Dewan Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) Internasional 17 Mei 2023 lalu menghasilkan keputusan penting dalam sejarah transparansi pengelolaan industri ekstraktif.

Yaitu, persetujuan perubahan Standar EITI yang diluncurkan dalam EITI Global Conference yang diselenggarakan pada 13-14 Juni 2023 di Senegal yang dihadiri oleh perwakilan negara pelaksana EITI di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Dewan EITI Internasional sendiri merupakan perwakilan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil lebih dari 50 anggota pelaksana EITI di seluruh dunia.

Standar EITI itu sendiri disusun untuk mempromosikan tata kelola yang baik dengan meningkatkan transparansi, memperkuat akuntabilitas dan memfasilitasi debat publik tentang pengelolaan sumber daya alam.

Sejak pertama kali diluncurkan sepuluh tahun yang lalu, Standar EITI telah berkembang dan menetapkan seperangkat aturan bersama yang mengatur informasi apa dan kapan harus diungkapkan oleh pemerintah dan perusahaan.

Perubahan signifikan dalam Standar EITI 2023 diantaranya mencakup beberapa ketentuan baru dan disempurnakan dalam empat bidang tematik, yaitu: Antikorupsi; Transisi Energi; Gender, Sosial dan Lingkungan; serta Pengumpulan Pendapatan Negara dari Sektor Ekstraktif.

”Sebagai koalisi masyarakat sipil yang sejak awal mengawal lahirnya EITI dan sekaligus pelaksanaannya, tentu saja kami menyambut gembira hasil keputusan Dewan EITI Internasional. Keputusan ini tak hanya menunjukkan kemajuan advokasi masyarakat sipil mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ekstraktif. Namun juga, menunjukkan bahwa inisiatif EITI tak hanya berhenti dalam satu tahap saja, melainkan terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman,” kata Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia dalam rilis yang diterima The Papua Journal, Selasa (18/07).

Awal kehadiran EITI yang hanya mentransparansikan penerimaan negara saja, kini sudah beranjak jauh mendorong transparansi di hampir sepanjang rantai bisnis industri esktraktif, termasuk mengintegrasikan inisiatif anti korupsi, kesetaraan dan keadilan gender, perhatian terhadap isu sosial dan linkungan.

Juga, EITI menuntut adanya upaya mendorong adanya perbaikan nyata reformasi tata kelola industri ekstraktif dalam memperkuat isu transisi energi.

Indonesia, sebagai negara pelaksana EITI sejak tahun 2010 dengan payung hukum Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif yang kemudian diubah melalui Perpres Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, diharapkan dapat menjadi negara pionir yang secara progresif mendorong transparansi dan akuntabilitas di sektor ini.

“Ini juga sangat relevan dengan Indonesia yang saat ini gencar untuk mendorong percepatan transisi energi berkeadilan. Di satu sisi, Indonesia sebagai negara yang kaya dengan hasil pertambangan migas dan minerba, juga dihadapkan pada tantangan bagaimana mengantisipasi dampak transisi energi, khususnya bagi masyarakat yang berada di sekitar tambang migas, batubara maupun mineral seperti nikel, bauksit dan lainnya.” tegas Aryanto Nugroho.

Sumber: The Papua Journal