Pekanbaru – Lembaga Pemberdayaan Aksi dan Demokrasi (LPAD) Riau dan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyelenggarakan serial Kuliah Tata Kelola Sumberdaya Alam bertajuk Kelembagaan dan Mitigasi Resiko Pengelolaan Participating Interest 10 % Sektor Minyak dan Gas Bumi untuk Daerah pada 13 Januari 2021 secara daring. Hadir sebagai Narasumber dalam kegiatan ini, Ryan Alfian Noor, Direktur Utama Migas Hulu Jabar ONWJ dan Ir. Nazrin, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Hadir pula sebagai peserta diantaranya Asisten 2 Setda Provinsi Riau, Kepala Dinas ESDM Riau, sejumlah pejabat Kabupaten di Riau dan pewakilan masyarakat sipil.

Ikhsan Fitra, Direktur LPAD Riau menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk Sharing pembelajaran terkait kelembagaan pengelola PI 10% di Jawa Barat dan Kalimantan Timur; Identifikasi peluang, tantangan dan dan mitigasi resiko pengelolaan PI 10%; dan Menghasilkan kesepahaman bersama agenda (prioritas) pemangku kepentingan di Provinsi Riau dalam optimalisasi PI 10%

Sebagaimana diketahui, sumber daya alam minyak dan gas bumi (Migas) adalah sumber daya tidak terbarukan (unrenewable resources). Dalam pengelolaannya dibutuhkan kehati-hatian dan ketelitian agar dapat bermanfaat secara adil kepada semua pihak dan generasi mendatang. Pengelolaan migas merupakan suatu hal yang sangat penting didiskusikan dan dikaji dalam kerangka pelaksanaan pembangunan nasional. Potensi migas yang dimiliki harus dapat menjadi modal pembangunan dan bukan sekedar sumber devisa negara semata. Pemanfaatan secara optimal kekayaan sumber daya migas ini diharapkan mampu membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh bangsa Indonesia. Namun demikian tanpa perencanaan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan, sebaliknya akan mendatangkan malapetaka yang tidak terhindarkan (Savitri, 2014).

Migas merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki peran dan pengaruh besar bagi negara maupun daerah penghasil. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016 tentang Ketentuan Penawaran Participating Interest (PI) 10% (Sepuluh Persen) Pada Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi, daerah penghasil diberikan ruang untuk mengelola PI 10% sebagai bentuk pelibatan daerah di wilayah kerja penghasil migas. Beleid tersebut mengatur tata cara dan mekanisme penawaran PI 10%, kelembagaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengelola PI 10% maupun ketentuan lainnya.

Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional PWYP Indonesia dalam sambutannya menyampaikan, “Terdapat sejumlah hal krusial yang perlu menjadi perhatian daerah penghasil yang hendak turut serta mengelola PI 10%. Paradigma pengelolaan PI 10% tidak hanya sekedar menerima deviden, namun bagaimana pengelolaannya harus bisa memberikan manfaat terutama bagi kesejahteraan kesejahteraan. “

“Pemerintah Daerah (Pemda) harus jeli dalam pengembangan kelembagaan, dalam hal ini BUMD, yang akan ditunjuk. Kejelian tersebut termasuk dalam hal melihat peluang manfaat serta resiko yang akan dihadapi, serta bagaimana menuangkannnya dalam dalam kontrak kerjasama sehingga di kemudian hari, daerah tidak merasa dirugikan dalam pengelolaan PI 10%. Misalnya, kapan pengelolaan tersebut berlaku efektif, tanggal pengalihan, hak dan kewajiban serta ha- hal lain yang menjadi kesepakatan antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (pemerintah pusat), pemerintah daerah (BUMD) dan kontraktor.” Jelasnya.

Ir. Nazrin, Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Kaltim dalam kesempatan tersebut menyampaikan mekanisme dan tata cara penawaran PI 10% Migas dan pengalaman Provinsi Kaltim menghadapi tantangan kelembagaan. Sementara itu, Ryan Alfian Noor, Direktur Utama Migas Hulu Jabar ONWJ menyampaikan sharing pengalaman pengelolaan PI 10% Migas oleh BUMD di Blok ONWJ, bagaimana struktur kelembagaan, pengembagangan bisnis termasuk dalam hal pengelolaan resiko bisnis.

“Yang patut dicatat, selain sejumlah manfaat yang dapat diperoleh, Pemerintah Daerah sebagai pemegang PI 10% migas juga memiliki kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016. Pertama, Mempermudah dan mempercepat proses penerbitan perizinan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan kontrak kerjasama di daerah. Kedua, Membantu penyelesaian permasalahan yang timbul terkait pelaksanaan kegiatan Kontrak Kerja Sama di daerah.” ungkapnya.

Penulis: Aryanto Nugroho