INILAHCOM, Jakarta – Publish What You Pay Indonesia mengkritik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam menertibkan kewajiban keuangan perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia, Maryati Abdullah menuturkan, berdasarkan data dari Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) periode 2010-2012, IUP yang tercatat sebanyak 7.834 perusahaan. Dari jumlah itu yang memiliki NPWP hanya 76%, atau 5.984 perusahaan.
Namun, tidak semua perusahaan yang memiliki NPWP itu, membayar pajak karena diketahui yang taat membayar pajak hanya 29% dari keseluruhan pemegang IUP sebanyak 2.304.
“Persoalan kewajiban keuangan ini juga termasuk syarat CnC dan komitmen pembenahan izin tambang, seperti tercantum dalam Korsup Minerba. Karenanya penting, Ditjen dan pihak terkait harus mendorong ketaatan izin tambang atas kewajiban keuangan,” tutur Maryati di Jakarta, Senin (22/9/2015).
Ditjen Minerba, Kementerian ESDM, kata Maryati, seharusnya mampu menagih tunggakan penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) dari land rent (iuran tetap) dan royalti kepada pemilik IUP yang masih menunggak.
Berdasarkan data Korsup Minerba, sepanjang 2003-2012 masih ada kewajiban yang belum dibayarkan dari IUP sebesar Rp 3,342 triliun, PKP2B sebesar Rp 3,433 triliun dan Kontrak Karya sebesar Rp 1,532 triliun.
Sementara itu, berdasarkan perhitungan Publish What You Pay Indonesia total potential lost untuk sewa tanah atau land rent (IUP eksplorasi U$ 2 per hektare dan operasi produksi US$ 4 per hektare) di 30 provinsi penghasil minerba di seluruh Indonesia sejak 2010-2013 mencapai Rp 1,55 triliun.
Sebelumnya, Anggota IV BPK Prof Rizal Djalil mengungkap piutang PNBP 2014 yang belum tertagih sebesar Rp 141,3 triliun. Yang terbesar, piutang PNBK di Kementerian ESDM sebesar Rp 23,123 triliun.
“Dana sebesar itu akan sangat bermanfaat untuk membangun infrastruktur di Papua. Agar infrastruktur Papua bisa menyamai Jawa atau Jakarta,” papar mantan anggota Komisi Keuangan DPR asal PAN itu. [ipe]