Co-creation antara pemerintah dan masyarakat sipil merupakan kunci dalam membuka data Beneficial Ownership (BO). Hal ini disampaikan oleh Raden Siliwanti, Koordinator Open Government Indonesia dalam sesi terkait “Bagaimana Pemerintah dan Masyarakat Sipil Bekerjasama dalam Membuka Data Beneficial Owneship”, salah satu diskusi paralel dalam Global Conference on Beneficial Ownership Transparency yang berlangsung di Jakarta, 23-24 Oktober lalu.

Peran masyarakat sipil dalam proses pembangunan telah terakomodir melalui regulasi pemerintah, yaitu UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Menurutnya, peran CSO perlu ditingkatkan dalam hal melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja pemerintah serta mendukung pemerintah dalam menyusun kebijakan yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat.

Edi Effendi Tedjakusuma, Kepala Sekretariat Extractive Industry Transparency Initiative (EITI) Indonesia yang juga hadir sebagai panelis, menyampaikan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil sudah dilaksanakan dalam inisiatif EITI Indonesia, yakni melalui pembentukan multi stakeholder group (MSG) yang tidak hanya berisikan unsur masyarakat sipil dan pemerintah, namun juga pelaku usaha.

“Terkait pengungkapan data BO sendiri, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sipil telah berjalan sejak penyusunan peta jalan transparansi BO di sektor ekstraktif. Selain partisipasi publik, hal yang kritikal dalam keterbukaan data BO adalah pengembangan sistem yang berisi database BO juga regulasi pendukung. Karenanya, Rancangan Peraturan Presiden terkait BO mutlak harus segera disahkan”, sambung Edi.

Hadir juga sebagai panelis adalah Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia serta perwakilan masyarakat sipil dalam MSG EITI Indonesia. Aryanto menjelaskan bahwa merujuk Standar EITI yang terbaru, masyarakat harus secara aktif dan efektif terlibat dalam keseluruhan proses pelaksanaan EITI. Partisipasi harus dimaknai secara substantif dalam proses perencanaan, implementasi, pemantauan, dan evaluasi. Di sisi lain, pemerintah harus memastikan adanya lingkungan yang mendukung partisipasi masyarakat.

Hal senada disampaikan Wahyudi Thohary, perwakilan dari Transparency International Indonesia (TII). “Masyarakat juga organisasi lokal harus diberdayakan dalam mendorong transparansi, serta membongkar jaringan koruptor yang selama ini berlindung dibalik strukur kepemilikan perusahaan yang masih tertutup”, pungkas Wahyudi. [RG]