Saat ini, krisis energi di Kalimantan Timur adalah hal yang tak terelakkan. Tingkat ketergantungan terhadap energi fosil masih tinggi ( (bahan bakar minyak 71%, batubara 2%, dan sumber lainnya 27%). Sedangkan rencana pemanfaatan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) belum berjalan efektif.

Disisi lain, cadangan energi fosil di Kalimantan Timur menurun, dan belum bisa diimbangi dengan penemuan cadangan baru. Keterbatasan infrastruktur energi yang tersedia juga harus diakui telah membatasi akses masyarakat terhadap energi. Ikhtiar Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memenuhi kebutuhan energi kerap mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan, bahkan pada derajat tertentu hal dapat memicu konflik di tengah masyarakat.

Situasi ini kemudian diperparah oleh kondisi dimana peruntukkan lahan untuk tanaman pangan dalam RTRW Kalimantan Timur hanya 412.096 hektar. Alokasi tersebut sangat memprihatinkan jika dibandingkan dengan luasan perkebunan lahan sawit 3.465.629 hektar, luas tambang 5.200.000 hektar, HTI seluas 1.600.000 hektar, dan HPH 4.900.000 hektar. Tidak dapat dipungkiri, hal ini akan membuat asa untuk mewujudkan kedaulatan pangan di Kalimantan Timur semakin jauh dari harapan.

Koalisi Publish What You Pay Indonesia menyusun kertas posisi, sebagai penyikapan atas krisis energi di Kalimantan Timur.