Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan pihaknya akan mendukung Pemerintah Indonesia yang berencana menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pemilik manfaat yang sebenarnya (Beneficial Ownership), asalkan tidak hanya sebatas untuk mengejar pajak dari korporasi.

“Nah, sejauh tujuan itu dalam rangka transparansi, saya rasa dunia usaha pasti mendukung. Tapi jangan sampai alih-alihnya ingin mengejar pajak,” kata Sarman kepada Klik Legal, melalui sambungan telepon, pada Jumat (20/10) di Jakarta.

“Saya rasa tidak seperti itu, tetapi bagaimana dunia usaha itu diajak untuk transparansi dalam segala hal. Misalnya BO-BO yang ada, kemudian apakah itu dari dalam atau kah luar negeri, misalnya,” lanjutnya.

Meskipun tujuannya untuk mencegah penghindaran pajak (tax avoid) terhadap pengusaha, Ia berharap pemerintah dapat lebih bijak membuat aturan yang tidak akan memunculkan kekhawatiran di kalangan pengusaha. Jika tidak, akibatnya akan lebih banyak pengusaha yang nanti berusaha untuk menghindari pajak.

Sarman mengatakan sebaiknya pemerintah dapat membuat kebijakan yang memiliki nilai positif bagi pengusaha maupun pemerintah sendiri. Sehingga kebijakan pemerintahan tersebut akan dipandang sebagai kebijakan yang betul-betul tidak mengkhawatirkan dunia usaha. “Termasuk juga dengan pengembangan-pengembangan bisnisnya, dalam membuka cabangnya, membuka kantor perwakilannya misalnya, supaya tidak ada kekhawatiran dan juga tidak ada kecurigaan dari pelaku-pelaku usaha,” ujar Sarman.

Oleh karena itu, Sarman menyarankan kepada pemerintah apabila ingin membuat suatu kebijakan itu semestinya mengadakan sosialiasi terlebih dahulu kepada dunia usaha. Hal tersebut bertujuan agar dunia usaha dapat merespon secara positif atas kehadiran kebijakan tersebut kedepannya. “Tidak misalnya merespon yang membuat ada tanda tanya dan ada kehawatiran bagi kalangan dunia usaha,” katanya.

Selama ini, kata Sarman, untuk mengungkapkan pihak yang menjadi beneficial owner di suatu perusahaan itu dapat ditemukan dalam akta perusahaan tersebut. Itu semua dapat dilihat dari selisih upah yang dihasilkan. “Sudah ada juga di susunan daripada perseroan mulai dari Komisaris, Direktur, Presidennya, atau Manajernya juga kan sudah ada di situ dan kelihatan juga struktur, upah, dan gajinya yang sebenarnya kan sudah ada,” ujarnya.

Untuk mengaksesnya, lanjut Sarman, tergantung dari masing-masing kebijakan perusahan. Ada yang memberikan kemudahan dan ada yang tidak karena tiap kompetensi perusahaan juga berbeda, terlebih lagi PMA. “Nah, kan kalau itu pasti tidak mau dengan standar gaji di Indonesia, dia pakai standar gaji di luar negeri misalnya,” ujarnya.

Sejauh tujuan dari aturan beneficial ownership adalah transparansi dan keterbukaan informasi bahkan supaya perusahaan di Indonesia memiliki good corporation governance, Sarman meyakini penerapan dari kebijakan tersebut akan didukung penuh dari dunia usaha tanpa kehawatiran serta dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Apalagi, sebelumnya kebijakan tersebut sudah melibatkan pengusaha dengan menampung saran dan masukannya.

(PHB)
Sumber: Kliklegal