KBR, Jakarta – Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) baik ormas keagamaan maupun ormas non-keagamaan, dikhawatirkan akan berimplikasi pada ledakan izin-izin baru yang tidak terkontrol.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mengatakan padahal pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak punya kapasitas untuk membina dan mengawasi, termasuk penegakan hukum dalam pelaksanaan usaha pertambangan.
“Hari ini pun dengan 4.000 izin tambang, kapasitas Kementerian ESDM melalui inspektur tambang maupun PNS pejabat penyidik pegawai negeri sipil, itu mereka kapasitasnya terlalu kecil dibandingkan dengan ribuan izin tambang yang harus diawasi. Ini ditambah ormas keagamaan, ditambah lagi dengan IUP-IUP yang dibagikan kepada ormas non-keagamaan, mungkin akan muncul puluhan bahkan ratusan izin usaha pertambangan, yang kalau tanpa pembinaan dan pengawasan akan terjadi ledakan yang tidak terkontrol,” kata Aryanto kepada KBR, Selasa (30/7/2024).
Izin Tambang Ancam Transisi Energi
Aryanto Nugroho menyebut, pemberian izin usaha tambang untuk ormas juga bisa berimplikasi terhadap komitmen pemerintah dalam transisi energi.
Ia berpendapat, jika pemerintah memberikan izin usaha pertambangan, misalnya batu bara, justru akan mengancam pelaksanaan transisi energi.
Dia menjelaskan, tahun ini Rencana Kegiatan Anggaran Biaya (RKAB) batu bara yang disetujui oleh Kementerian ESDM mencapai 922 juta ton. Angka tersebut bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rencana Umum Energi Nasional.
“Di Rencana Umum Energi Nasional kita, disebutkan bahwa harusnya pada 2019 produksi batubara kita itu maksimal di 400 juta ton, tetapi tahun ini RKAB yang di-approve Kementerian ESDM itu jumlahnya 922 juta ton. Kalau kemudian ditambah ormas keagamaan dikasih batubara, kemudian nanti ormas-ormas lain juga dikasih batubara lagi, kita bisa bayangkan. Mungkin melebihi satu miliar ton produksi batubara kita. Dan itu sangat bertentangan dengan transisi energi, itu ancaman besar terhadap transisi energi,” imbuhnya.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho juga menyebut, perluasan pemberian izin tambang untuk ormas dapat berpotensi penyalahgunaan kewenangan jelang Pilkada Serentak 2024.
“Kami juga agak khawatir, karena ini kan kita mendekati Pilkada, ini rentan terjadi risiko penyalahgunaan kewenangan mendekati itu. Jadi sebelum Pilkada dimulai jor-joran izin tambang kepada ormas-ormas ini malah disalahgunakan untuk kepentingan Pilkada, itu yang kami khawatirkan,” pungkasnya.