TRIBUNKALTIM.CO, SAMARINDA – Jatam Kaltim baru saja menyelesaikan sidang gugatan sengketa Informasi di Komisi Informasi Pusat.
Sidang tersebut dikarenakan kementerian ESDM enggan memberikan informasi seputar perusahaan tambang yang ada di Kaltim.
Rencananya dilanjutkan dengan sidang kedua yaitu agenda mediasi.
Terkait kabar tersebut perwakilan organisasi Publish What What You Pay (PWYP) Indonesia merespon.
Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan, seluruh informasi yang dimiliki instansi wajib diketahui publik.
Hal tersebut tertuang dalam UU keterbukaan informasi publik pasal 11 ayat 1 huruf e.
Isi pasal tersebut menjelaskan bahwa kontrak badan publik wajib membuka kontrak pihak ketiga.
“Kerangka hukum bahwa kontrak dokumen izin terbuka mulai dari UUD sampai UU keterbukaan informasi publik dokumen kontrak pihak ketiga itu terbuka untuk publik,” ucapnya.
Sedangkan Divisi Hukum Jatam Nasional Muhammad Jamil mengatakan dokumen Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKB2P) itu bersifat terbuka.
Sehingga tidak ada alasan lain kementerian ESDM untuk menutup-nutupi informasi yang harus dikonsumsi publik.
“Bukan maunya Jatam Kaltim itu mandat masyarakat dalam undang-undang masyarakat berhak mendapatkan informasi publik. Bagaimana proses masyarakat agar mengetahui informasi tidak boleh dihalang-halangi,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya Kalimantan Timur menjadi sumber penghasilan batubara di Indonesia.
Maka tak heran aktifitas tambang di bumi Etam sangat mudah dijumpai.
Hanya saja beberapa masalah menjadi penyebab pasca adanya aktifitas tambang.
Seperti meninggalkan lubang bekas tambang, kerusakan alam masif serta memakan korban jiwa.
Melihat hal tersebut Jatam Kaltim pun meminta data-data terkait izin perusahaan tambang yang ada di Kaltim. Namun beberapa upaya yang dilakukan Jatam tidak membuahkan hasil.
Hal tersebut dimulai pada tanggal 8 September 2020.
Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang, Selasa (28/9/2021) mengatakan ia membuat surat permintaan terkait keterbukaan informasi seputar tambang di kementerian ESDM.
Namun dalam UU keterbukaan informasi no. 14 tahun 2008 maksimal permohonan yang diterima PPID selama 14 hari.
Hingga pada 30 hari kerja Jatam Kaltim mendapatkan jawaban dari ESDM. Hanya saja pihak kementerian ESDM adalah informasi yang dikecualikan.
Mendengar hal tersebut Jatam langsung Jatam Kaltim langsung mendaftarkan ke Komisi Informasi Pusat untuk melakukan sengketa informasi.
Hingga pada tanggal 21 September 2021 Jatam melakukan sidang perdana sengketa informasi dengan menggugat kementerian ESDM. Namun pihak Kementerian ESDM kekeuh untuk tidak memberikan informasi tersebut karena berstatus dikecualikan.
Selanjutnya akan digelar sideng kedua, dengan agenda mediasi.
“Sidang pertama sudah diketahui tidak ada kompromi, pihak ESDM tetap bertahan pada prinsip dia, bahwa informasi yang kami minta adalah informasi yang dikecualikan,” imbuhnya.
Jatam Kaltim mendesak dibukannya data dan informasi hak dan kewajiban 5 pemegang PKP2B yang izinnya kan berakhir dalam waktu dekat (hingga 2025).
Selain itu, pemerintah juga diminta melakukan audit dan evaluasi terhadap seluruh PKP2B yang izinnya segera berakhir, dengan melibatkan masyarakat di lingkar tambang.
Terakhir, Jatam Kaltim meminta pemerintah menolak dilakukannya perpanjangan terhadap perusahaan tambang yang melakukan pelanggaran.
“Kami berada yang dekat dengan lokasi tambang, jadi informasi itu harusnya berhak diberikan kepada kami. Betulkan sudah terjadi evaluasi, ini yang menjadi pertanyaan oleh masyarakat,” tuturnya.
Jatam menggelar konferensi pers terkait peringatan Hari Hak untuk Tahu.
Konferensi Pers yang digelar secara online ini, terkait gugatan keterbukaan kontrak dan evaluasi lima perusahaan raksasa tambang di Kaltim. (*)
Sumber: Tribun Kaltim