JAKARTA, KOMPAS.com – Manajer Advokasi Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengungkapkan beberapa isu energi yang perlu diperhatikan kedua pasangan calon dalam debat kedua Pemilihan Presiden ( Pilpres) 2019.

Energi, beserta dengan sumber daya alam (SDA), pangan, infrastruktur, dan lingkungan hidup, menjadi topik dalam debat kedua mendatang. Aryanto mengatakan, kedua paslon belum memberikan solusi bagaimana mengatasi ancaman krisis energi.

“Krisis energi ini adalah ancaman nyata. Kita sudah tanda-tanda itu sudah ada. Sepertinya belum cukup terjawab dari dua kubu. Level sudah akut,” ungkap Aryanto saat acara diskusi bertajuk “Menyigi Visi Misi Calon Presiden 2019”, di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (3/1/2019).

Padahal, kata dia, Indonesia telah melakukan banyak impor minyak dan gas dan cadangan migas Indonesia sudah mulai habis.

Oleh karena itu, dibutuhkan eksplorasi untuk sumber-sumber baru, yang tentunya membutuhkan dana investasi yang tidak sedikit.

Selain itu, Aryanto juga menyoroti hubungan antara ketahanan energi dengan perubahan iklim.

Menurutnya, penggunaan energi fosil seringkali didorong dengan alasan ketahanan energi, tetapi aspek lingkungannya kerap terlupakan.

Ia mengungkapkan bahwa kedua paslon sudah menggenjot penggunaan energi terbarukan, tetapi belum dijabarkan secara detil.

“Sayangnya di dua capres masih mengandalkan fosil, energi terbarukan didorong tapi kita tidak pernah tahu bagaimana cara mendorong energi terbarukan seperti apa, apakah andalannya angin atau air atau energi nabati, termasuk insentif apa yang diberikan untuk energi terbarukan,” jelasnya.

Kemudian, isu lain yang perlu disoroti adalah ketidakpastian regulasi. Aryanto berpandangan, ketidakpastian hukum menjadi sumber masalah sulitnya investasi. Masalah pada ketidakpastian regulasi terdiri dari dua hal, yaitu aturan yang tumpang tindih dan aturan yang sering berubah-ubah.

“Problem yang paling mendasar adalah soal ketidakpastian regulasi. Jadi antara UU dengan aturan turunan berbeda, tumpang tindih, kedua seringkali regulasi berubah-ubah,” tutur dia.

Sumber: Kompas