Pembentukan holding BUMN migas merupakan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, hal ini terungkap dalam Diskusi PWYP Indonesia bertajuk “Holding Migas dan Masa Depan Institusi Migas di Indonesia, (30/1) lalu. Kabar pembentukkan holding migas mencuat pasca berlangsungnya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS) PGN (25/1) lalu. Holding BUMN Migas menggabungkan Pertamina dan PGN, dimana Pertamina sebagai induk holding dan PGN sebagai anak usaha.  Adapun Pertagas yang merupakan anak usaha Pertamina, kini berada di bawah PGN.

Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media, Kementerian BUMN mengungkapkan, sinergi Pertamina dan PGN akan menghubungkan infrastruktur gas dari Indonesia bagian barat (Arun) hingga Indonesia bagian timur (Papua) tanpa adanya duplikasi infrastruktur. Pasca terbentuknya holding migas, akan ada pemanfaatan fasilitas bersama antara PGN dan Pertagas, sehingga harapannya harga gas menjadi lebih murah di konsumen tingkat akhir.

Harry menambahkan, Pemerintah akan mengalihkan 56,96% saham milik Pemerintah yang sebelumnya ada di PGN kepada Pertamina. Pertamina akan memindahkan Pertagas yang sebelumnya merupakan anak usaha Pertamina menjadi di bawah PGN. Sedangkan penggabungan antara Pertamina dan PGN akan melalui beberapa opsi yaitu merger, penyertaan atas saham (inbreng), dan akuisisi.

Sedangkan terkait transparansi PGN sebagai anak usaha, PGN masih bisa diaudit BPK karena Pemerintah mempunyai 1 saham diwarna (golden share) di PGN. Golden share ini sebagai bentuk kendali pemerintah terhadap BUMN yang tergabung dalam holding.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) sekaligus Board PWYP Indonesia menyampaikan bahwa visi dari holding migas ini masih belum jelas, apakah hanya akan fokus di migas saja, atau fokus di bisnis energi. “Kita tahu bahwa bisnis migas ini tidak sustained,” ujarnya. Menurutnya, pemerintah masih fokus pada proses pembentukkan holding BUMN Migas, namun belum menyentuh grand design bisnisnya.

Sementara itu, dalam Revisi UU Migas yang tengah dibahas oleh DPR disebutkan kelembagaan migas kedepan adalah Badan Usaha Khusus (BUK), yang merupakan penyelenggara kegiatan usaha hulu dan hilir migas yang bertanggung jawab langsung kepada DPR. Dimana strutur BUK merupakan peleburan antara seluruh BUMN di sektor migas, dan badan pelaksana hulu dan hilir migas.

Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi dan Jaringan PWYP Indonesia menerangkan bahwa kini Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sedang melakukan harmonisasi draft Revisi UU Migas dan Revisi UU BUMN yang mengatur kelembagaan migas tersebut. Sayangnya belum ada kejelasan tentang sinkronisasi antara holding migas yang sudah terbentuk dengan Badan Usaha Khusus yang diusulkan melalui Revisi UU Migas. [AN]


Bagikan