clare short
Clare Short, Chair of EITI, dalam diskusi “Tantangan Transparansi Penerimaan Sektor Migas dan Tambang (dok. PWYP Indonesia)
Indonesia dinilai masih mengalami sejumlah tantangan untuk mendorong transparansi di sektor migas maupun tambang. Kondisi tersebut tentunya tidak bisa didiamkan karena kedua sektor tersebut memiliki dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Untuk itu, bertepatan dengan kedatangan Clare Short, Chair of the The Extractive Industries Transparency Initiative (EITI)  ke Indonesia, PWYP Indonesia menginisasi diskusi publik yang bertajuk “Tantangan Transparansi Penerimaan Sektor Migas dan Tambang.”
Diskusi dibuka dengan sambutan dari Fabby Tumiwa (Dewan Pengarah PWYP Indonesia) yang mengharapkan diskusi ini menghasilkan ide-ide dan rencana aksi  yang dapat diwujudkan bersama untuk mendorong transparasi dan akuntabilitas melalui kehadiran EITI. Selanjutnya, sambutan kedua oleh Emanuel Bria, Asia Pacific Senior Officer of Natural Resource Governance Institute, yang menyoroti tentang data-data EITI sebaiknya diolah agar dapat dimengerti oleh publik dan diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan sektor migas dan tambang. Selain itu, Bria juga mengharapkan agar diskusi ini mengupas aspek yang lebih luas dari  aspek politik maupun sosial.

Dalam diskusi yang dihadiri oleh puluhan peserta dari Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), Kedutaan Besar Negara Sahabat, Kementerian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perusahaan dan konsultan EITI Indonesia,  Clare Short menyoroti tentang pihak-pihak mana yang diuntungkan dengan keberadaan transparansi industri migas dan tambang, pemberantasan Korupsi dan mengatasi konflik sebagai tantangan dalam perbaikan tata kelola industri migas dan tambang.

Pada sesi diskusi, Ketua Tim Sumber Daya Alam KPK, Dian Patria mengatakan tahun lalu, KPK bersama Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diketahui telah melakukan korsup di 31 provinsi yang dibagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama, KPK mencatat terdapat 810 IUP yang tak memenuhi prasyarat Clear and Clean (CnC) di 12 provinsi dan seluruhnya telah dicabut.

Dian pun memprediksi jumlah tersebut akan bertambah seiring dengan mendekatinya batas waktu perpanjangan untuk korsup tahap I dari Januari 2015 menjadi Juni 2015. Sementara itu, Direktur Program Pengusahaan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko menambahkan kedepannya kewenangan pencabutan IUP tersebut dilakukan oleh Pemerintah Daerah di level Provinsi sesuai Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten atau kota.