Jakarta – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia bersama Extractive Industry Transparency Initiative (EITI) Indonesia selenggarakan Diseminasi Laporan Ruang Sipil di Sektor Ekstraktif Dalam Kerangka Implementasi EITI di Indonesia secara daring pada 28 Februari 2024. Laporan ini disusun oleh wakil masyarakat sipil dalam Multi Stakeholder Group (MSG) EITI Indonesia yang bertujuan untuk, pertama, menjelaskan situasi ruang sipil di Indonesia dengan fokus di beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam seperti Riau, Kalimantan Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, dan di tingkat nasional. Kedua, menyuarakan kendala-kendala yang dihadapi organisasi masyarakat sipil dalam menangani isu-isu tata kelola sumber daya alam. Ketiga, menggunakan EITI untuk mempertahankan ruang sipil karena EITI mengharuskan negara menjamin lingkungan yang mendukung partisipasi masyarakat sipil. Kelima, menghasilkan pembelajaran dan rekomendasi bagi pemangku kepentingan EITI untuk perbaikan ruang sipil.

Hadir sebagai penyaji laporan Dwi Arie Santo, Direktur SOMASI Nusa Tenggara Barat, sekaligus wakil masyarakat sipil dalam MSG EITI Indonesia. Hadir pula sebagai penanggap yakni Chrisnawan Anditya, Kepala Pusat Data dan Informasi sekaligus Ketua Sekretariat EITI Indonesia dan Djoko Widajatno, Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA).

Dwi Arie Santo, menyampaikan bahwa laporan ini bahwa salah satu bagian penting dalam standar EITI dan merupakan salah satu aspek dalam penilaian validasi EITI, khususnya terkait protokol partisipasi masyarakat sipil, yang merupakan hal mendasar untuk mencapai tujuan EITI. Di sisi lain, situasi ruang sipil di dalam forum MSG EITI tidak dapat merefleksikan keadaan ruang sipil secara utuh di Indonesia. Terlebih praktik kriminalisasi aktivis HAM dan lingkungan masih terjadi secara luas khususnya di daerah.

Menurutnya, secara konteks kebijakan, jaminan atas ketersediaan dan berfungsinya ruang sipil yang tersedia menjadi faktor penting memastikan para pemangku kepentingan memahami hak dan kewajiban masing-masing sehingga dapat meminimalisir konflik atas aspek yang menimbulkan perbedaan pendapat. “Indonesia mengakui setidaknya tiga aspek dalam menjamin ketersediaan ruang sipil yaitu akses terhadap informasi, keterlibatan dalam kebijakan, dan keamanan.” jelasnya

Terkait dengan temuan situasi ruang sipil, masih ditemukan sulitnya mengakses informasi dimana masyarakat tidak pernah mendapatkan informasi yang cukup sebelum perusahaan beroperasi di wilayah mereka. Sosialisasi juga tidak dilakukan sehingga masyarakat resah ketika perusahaan mulai beroperasi di daerahnya.

Minimnya ruang partisipasi dan pengawasan juga masih ditemukan dimana model pengawasan yang dapat dilakukan dengan sumber data yang tidak berasasl dari sumber formal membuat ruang partisipasi dalam kebijakan pengelolaan tambang juga minim. Berikut pula dengan jaminan keamanan, kasus kriminalisasi terhadap masyarakat yang mencoba untuk memperjuangkan hak hidupnya atas lingkungan masih saja terjadi.

“EITI sebagai inisiatif yang memiliki standar yang terus berkembang dan digunakan sebagai panduan dan peraturan bagi negara anggota pelaksana agar dapat memenuhi persyaratan implementasi sesuai dengan kriteria di sepanjang rantai nilainya (value chain), harusnya dapat memotret kondisi ruang sipil dalam praktik, tak hanya regulasi agar dapat memberikan dampak pada perbaikan implementasi penyediaan ruang sipil sehingga industri ekstraktif tak hanya memberikan dampak positif pada peningkatan perekonomian bangsa, namun juga memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat di sekitarnya dan keberlanjutan lingkungan hidup.” ungkapnya

Menanggapi laporan tersebut, Chrisnawan dengan menyampaikan mekanisme keterlibatan masyarakat sipil dalam transparansi industri ekstraktif di Indonesia. Dalam mendukung program prioritas pemerintah dalam percepatan digitalisasi Kementerian ESDM me-launching portal data ekstraktif pada akhir tahun 2023 yang dapat diakses pada portaldataekstraktif.id.

Chrisnawan menyampaikan peran perwakilan masyarakat sipil dalam pelaksanaan EITI diantaranya adalah pengawasan dan pengawasan independen, dimana masyarakat sipil memiliki peran kunci dalam memantau dan mengevaluasi pelaksanaan EITI di tingkat nasional dan daerah. Masyarakat sipil dapat memberikan pengawasan independen terhadap informasi yang dilaporkan oleh perusahaan dan pemerintah mengenai perizinan, pendapatan, dan pengeluaran sektor ekstraktif.

Masyarakat sipil juga dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas dimana masyarakat sipil dapat mendorong perusahaan dan pemerintah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas mereka dalam mengelola sumber daya alam. Masyarakat sipil juga dapat melakukan advokasi untuk mendorong penerapan standar pelaporan yang lebih ketat dan pengungkapan yang lebih luas.

Dalam aspek partisipasi masyarakat, masyarakat sipil memainkan peran penting dalam memfasilitasi partisipasi aktif masyarakat dalam proses EITI. Mereka dapat menyediakan informasi dan pendidikan kepada masyarakat tentang isu terkait industri ekstraktif dan implikasinya bagi kehidupan masyarakat. Selain itu, masyarakat sipil dapat memperjuangkan inklusi masyarakat dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam.

Terakhir, Chrisnawan menyampaikan peran Sekretariat EITI dalam menyediakan ruang diskusi bagi masyarakat sipil, dimana melibatkan masyarakat sipil khususnya perwakilan dalam forum MSG untuk secara aktif mengusulkan dan menyuarakan pendapat, saran, kritik, antara lain dalam penyusunan rencana kerja EITI dalam satu tahun, penyelenggaraan bersama terkait kegiatan EITI seperti Extractive Transparency Day, Dialog kebijakan tematik, pelibatan proses evaluasi dan koreksi laporan EITI, dan kolaborasi proses diseminasi EITI secara luas.

Djoko Widajatno, menanggapi laporan yang telah didiseminasikan dengan menyampaikan adanya ketidakseragaman didalam tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, badan usaha juga mengupayakan keterbukaan, namun ini bisa berjalan jika adanya cara pandang yang sama antara masyarakat dan pelaku usaha. IMA telah menjalankan Good Mining Practices. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan diperlukan untuk menjalankan Sustainable Report. Penegakan hukum juga masih harus diperbaiki ketika membahas mengenai keterbukaan informasi. Masih terjadi juga kriminalisasi terhadap pekerja tambang yang terjadi. Sehingga, keselarasan kebijakan dan penegakan hukum juga perlu diperbaiki agar semua pemangku kepentingan dapat menjalankan Good Mining Practices dapat dilakukan dengan baik oleh pelaku usaha, dan masyarakat juga dapat manfaat dari adanya operasionalisasi perusahaan tambang.

Penulis: Chitra Regina Apris
Reviewer: Aryanto Nugroho


Bagikan