Puluhan aktivis data dari sejumlah negara angggota koalisi Publish What You Pay berkumpul di Harare, Zimbabwe Mei lalu. Mereka mengikuti ‘Data Extractor Workshop’ dengan sumber salah satunya berasal dari laporan publikasi perdana EU Mandatory Disclosure, yaitu kewajiban perusahaan sektor ekstraktif (migas, tambang dan hutan) untuk membuka data pembayaran kepada pemerintah dimana mereka beroperasi.
Menurut Manajer Riset PWYP Indonesia Meliana Lumbantoruan, selain ingin menghasilkan para ahli data di jaringan PWYP Global, workshop ini juga bertujuan untuk memvalidasi, mengolah dan mengkontekstualisasi data dari laporan EU Mandatory Disclosure. Dengan demikian setiap peserta diharuskan membuat studi kasus, salah satunya berupa temuan dari laporan tersebut atau melakukan perbandingan data antar Negara dan sebagainya.
“Dalam kesempatan itu, saya mengusulkan project untuk membuat validasi data antara laporan EU Mandatory Disclosure dengan dengan data yang tercatat oleh Pemerintah Indonesia,” tutur Meliana.
Workshop ini, lanjut dia, menghadirkan para mentor yang ahli dalam mengekstrak dan mengolah data. Para mentor itu mendampingi peserta dan memberikan pelatihan baik secara teori maupun penggunaan tools atau aplikasi yang dapat digunakan dalam mengesktrak data. Hadir sebagai mentor dari Open Oil (Anton Ruehling, Paul Dziedzic), Natural Resources Governance Institute/NRGI (Joe Williams, David Mihalyi), 3Bridges (Jed Miller) dan School of Data (Yuandra Ismiraldi).
Hari pertama pelatihan dimulai dengan update dari laporan perdana EU Mandatory Disclosure oleh Joe Williams, dilanjutkan dengan sharing pembelajaran oleh para ahli tentang isu-isu yang berkaitan dengan Mandatory Disclosure antara lain tentang Project Level Economic Analysis oleh Don Hubert (Resource for Development Consulting); Tax Justice oleh ANCIR, OXFAM dan Tax Justice Network Africa.
Selanjutnya, untuk hari kedua peserta diajarkan untuk menggunakan data laporan EU Mandator Disclosure itu dalam masing-masing proyek studi kasus para peserta. Peserta juga disuguhkan pelatihan bagaimana mengkomunikasikan dan memvisualisasi hasil pengolahan data, sehingga informasi dan pesan yang ingin disampaikan pada stakeholder agar mudah dipahami. Tidak kalah penting, peserta juga dilatih untuk melakukan studi gap analysis dan perbandingan antara data laporan pertama EU Mandatory Disclosure dengan data dari laporan EITI.
Di hari terakhir, peserta lebih banyak bekerja untuk mematangkan proyek masing-masing, dan dengan pendampingan para mentor. Hasil pematangan projek tersebut dipresentasikan dan didiskusikan dengan sesama peserta, sehingga muncul masukan dari peserta lainnya.
“Diharapkan pada bulan November 2016, para peserta data extractor ini sudah menghasilkan studi kasus yang berisikan temuan dari pengolahan dan penggunaan data yang berkaitan dengan EU mandatory disclosure,” pungkas Meliana.
Dewi Yuliandini Hasibuan, perwakilan PWYP Indonesia yang juga berpartisipasi dalam workshop tersebut berkesempatan untuk membagi pengetahuannya dalam menggunakan piranti lunak Tableu. “Alat itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sipil untuk memvisualisasikan data hasil olahan yang dapat digunakan secara interaktif,” jelasnya.
Data Extractor Workshop di Zimbabwe merupakan kali kedua setelah di Jakarta. Workshop yang dilaksanakan selama 3 hari ini dihadiri oleh peserta anggota koalisi Publish What You Pay Global, diantaranya dari PWYP Zambia, Amerika Serikat, Filipina, Perancis, Inggris, tuan Rumah Zimbabwe dan juga dari Indonesia.