JAKARTA, KOMPAS.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menindaklanjuti laporan yang didaftarkan koalisi masyarakat sipil hari ini, Senin (23/1/2017), terkait dugaan maladministrasi dalam pembuatan regulasi tentang relaksasi mineral.
Regulasi yang diperkarakan yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 5 tahun 2017 dan Permen ESDM Nomor 6 tahun 2017.
Menteri ESDM Ignasius Jonan’ style=’color:#428bca;’>Ignasius Jonan akan dimintai keterangan oleh Ombudsman mengenai proses pembuatan dua aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tersebut.
“Kami akan mencoba memanggil beberapa pihak itu, untuk melakukan policy audit. Policy audit ini dilakukan untuk menemukan dimana terjadinya maladministrasi,” kata komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih, di Jakarta, Senin.
Alamsyah mengatakan, proses pemeriksaan dan klarifikasi terhadap bisa dilakukan dalam waktu dua pekan saja. Alamsyah menambahkan, mungkin saja akan diberikan saran perbaikan terhadap peraturan menteri tersebut.
Akan tetapi, kalau pihak pembuat kebijakan sudah mendahului dengan pernyataan tegas tidak akan ada mengubah kebijakan, maka proses pemeriksaan akan terus dilakukan.
“Kami bisa memberikan rekomendasi untuk dibatalkan,” ucap Alamsyah.
Tak hanya Ignasius Jonan’ style=’color:#428bca;’>Ignasius Jonan, Alamsyah mengatakan, Ombudsman juga akan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan pembuatan kebijakan seperti pihak dari Kementerian Hukum dan HAM dan Sekretariat Negara.
Berdasarkan pasal 1 butir 3 UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, maladministrasi didefinisikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi wewenang tersebut.
Perilaku tersebut termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan.
Juga termasuk perseorangan yang membantu pemerintah memberikan pelayanan publik yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Seperti diketahui, pada 11 Januari 2017 merupakan masa berakhirnya perpanjangan ekspor konsentrat yang disetujui pemerintah sejak terbitnya Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.
Dalam aturan tersebut, industri pertambangan tidak boleh mengimpor mineral mentah lagi, harus dalam bentuk yang sudah dimurnikan. Oleh sebab itu, juga ada kewajiban bagi perusahaan pertambangan untuk membangun smelter.
Namun, dari 2009 hingga 11 Janurai 2017 perkembangan proyek smelter sepertinya mangkrak dan pemerintah memutuskan untuk bergerak cepat agar ekspor konsentrat mentah tidak berlarut-larut.
Pada 11 Januari 2017, pemerintah dengan berbagai pertimbangan kembali melonggarkan aturan ekspor konsentrat, bahkan mineral mentah, untuk nikel dan bauksit.
Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2017 sebagai revisi keempat PP Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Minerba). Aturan tersebut merupakan aturan turunan UU Minerba.
Di samping PP tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan’ juga menetapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2017, dan Permen ESDM Nomor 6 tahun 2017, yang keduanya diundangkan pada tanggal 11 Januari 2017, sebagai penjabaran teknis dari PP No 1 tahun 2017.
Sumber: Cek Dugaan Maladministrasi Aturan Relaksasi Ekspor Mineral, Ombudsman Akan Panggil Jonan