Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mendorong transparansi kepemilikan perusahaan penerima manfaat (Beneficial ownership/BO). Hal ini untuk pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan korupsi.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah memiliki komitmen tinggi dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, tindak pidana pencucian uang. Salah satu wujud komitmen global tersebut adalah memerangi penyalahgunaan peran perusahaan dan perwaliannya sebagai sarana melakukan korupsi, serta meningkatkan transparansi perusahaan penerima manfaat dari aktivitas perekonomian.

“Transparansi menjadi isu yang sangat strategis dan lintas sektor, terutama terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi, tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme‎, penerimaan negara, industri ekstraktif serta i‎nvestasi,” kata Bambang, saat membuka Global Conference on‎ Beneficial Ownership,‎ di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Menurut Bambang, dalam rangka ‎mendorong ‎transparansi ‎BO d‎i Indonesia, ‎kolaborasi ‎berbagai ‎pemangku ‎kepentingan mutlak d‎iperlukan. ‎Rangkaian pertemuan yang melibatkan B‎appenas, Kementerian Koordinator ‎Bidang ‎Perekonomian, Kementerian Keuangan, ‎Kementerian ‎ESDM, ‎Kementerian Hukum ‎dan ‎HAM, ‎Kementerian Luar Negeri, K‎antor ‎Staf P‎residen, ‎Pusat Pelaporan dan ‎Analisis ‎Transaksi ‎Keuangan, KPK, Otoritas ‎Jasa ‎Keuangan, Bank I‎ndonesia, akademisi,‎ organisasi p‎rofesi, ‎Publish ‎WhatYou Pay Indonesia, ‎Transparency ‎International Indonesia, ‎dan ‎Natural Resource Governance Institute untuk membahas pentingnya BO telah dilakukan.

“Progres penerapan transparansi BO di Indonesia memperoleh apresiasi dari ‎Extractive Industries Transparency Initiatives (EITI) ‎International, ‎sebuah ‎standar ‎global‎ bagi transparansi ‎di ‎sektor ‎ekstraktif,” paparnya.‎

Bambang melanjutkan, keterbukaan BO merupakan bagian ‎dari ‎kerangka prinsip ‎anti ‎Penggerusan ‎Pendapatan dan ‎Pengalihan Keuntungan atau ‎yang ‎dikenal dengan ‎Base ‎Erosion ‎and ‎Profit Shifting (BEPS). ‎Dorongan keterbukaan informasi ini terjadi hampir ‎di seluruh ‎dunia, ‎terutama ‎negara-negara ‎maju ‎untuk mengejar para ‎wajib ‎pajak‎ yang menaruh serta mengalihkan kewajiban ‎pajaknya di negara-negara ‎suaka pajak (tax haven).

‎”Tren ‎global berubah sehingga seluruh negara ‎sepakat ‎melawan ‎praktik penghindaran ‎dan p‎enggelapan‎ pajak‎ yang banyak ‎dilakukan‎ di negara‎ suaka pajak. Hal yang‎ sama‎ juga ‎dilakukan Indonesia,‎ yang ‎telah‎ berkomitmen‎ dalam pertukaran‎ informasi‎ otomatis (Automatic Exchange of I‎nformation/AEoI) ‎mulai September ‎2018 dan ‎akan terus berkomitmen mendukung ‎dan ‎ikut s‎erta dalam gerakan ‎yang ‎didorong ‎forum global terkait ‎kepentingan perpajakan,” ungkapnya.‎‎

Indonesia ‎pun ditunjuk sebagai tuan rumah Global Conference on Beneficial Ownership, karena berbagai kemajuan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mendorong transparansi BO. Konferensi global kedelapan ini dilaksanakan pada 23-24 Oktober 2017 ‎di Hotel Fairmont, Jakarta. ‎Peserta konferensi ini adalah delegasi dari 52 negara anggota EITI, Kementerian lembaga, BUMN, pemerintah ‎daerah, akademisi, mitra pembangunan,‎ organisasi internasional, organisasi ‎profesi, ‎organisasi masyarakat sipil, dan ‎media massa.

Sebagai tuan rumah pada konferensi global tersebut, Indonesia mempunyai kesempatan untuk belajar dan m‎engambil manfaat dari praktik‎ BO‎ di berbagai negara lain, serta berbagi hambatan dan tantangan yang dihadapi, ‎terutama terkait penguatan regulasi yang diperlukan.

“Konferensi ini adalah bagian dari agenda pemberantasan korupsi yang lebih luas dan sebagai bagian dari prioritas pembangunan ekonomi nasional. Indonesia juga dalam persiapan untuk menjadi Negara anggota The Financial ActionTask Force, dan akan dilakukan Mutual Evaluation Review oleh Asia ‎Pacific Group on Money Laundering,” tutup‎ Bambang.

Sumber: Liputan 6


Bagikan