Bisnis.com, JAKARTA — Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mengestimasi dana ilegal semua sektor industri di Indonesia dalam 12 tahun terakhir mencapai Rp2.190 triliun.
Hasil analisis PWYP dalam 2 bulan terakhir mencatat aliran dana pertambangan itu diduga berasal dari dana panas, yakni kesengajaan dalam kesalahan pencatatan dan perdagangan melalui faktur palsu. Estimasi PWYP berdasarkan data kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) seluruh sektor, yang diolah melalui Balance of Payment Indonesia dan Direction of Trade Statistic milik the International Monetary Fund (IMF) periode 2003-2014.
Seluruh sektor bisnis itu mencakup pertanian, kehutanan, perikanan; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, properti dan jasa; serta jasa-jasa lainnya.
Wiko Saputra, Peneliti Kebijakan Ekonomi PWYP, mengatakan Indonesia menempati urutan ke-7 dalam aliran uang ilegal di seluruh dunia dalam kurun waktu 2003-2012. Perhitungan itu berdasarkan estimasi Global Financial Integrity, tanki pemikir yang berbasis di Washington D.C, yang memantau aliran dana ilegal seluruh dunia.
“Dana ilegal rata-rata per tahun mencapai US$18,78 miliar di Indonesia,” papar Wiko dalam keterangannya resminya, Minggu (18/10/2015).
Oleh karena itu, sambungnya, rencana pemerintah untuk menerapkan pengampunan pajak sangat tidak pantas bagi korporasi yang melakukan kejahatan dalam bisnisnya. Selain itu, PWYP juga mendorong adanya penegakan hukum kepada para pelaku penghindaran perpajakan.
Perhitungan PWYP menyatakan perdagangan faktur palsu seluruh sektor itu diduga mencapai Rp1.986 triliun dalam 12 tahun terakhir. Sedangkan kesengajaan dalam kesalahan pencatatan mencapai Rp203,39 triliun.
“RUU Pengampunan Pajak akan memberikan perlindungan hukum dalam bentuk amesti kepada perusahaan-perusahaan, ini sangat tidak pantas,” tegasnya.
sumber: di sini.