ASKARA – Akar Desa Indonesia, sebuah organisasi pemuda desa yang terdiri dari mahasiswa dari berbagai kampus di seluruh Indonesia, terus berupaya memberikan kontribusi dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pedesaan. Dalam rangka mengatasi dampak perubahan iklim, Akar Desa Indonesia mendorong penurunan emisi karbon yang dimulai dari desa-desa.

Dengan mengusung tema “Strategi Edukasi dan Partisipasi Masyarakat: Kunci Sukses Net Zero Emission di Desa”, Akar Desa Indonesia meluncurkan kick off “Warrior Net Zero Emission” di Gedung Dewan Energi Nasional (DEN). Acara ini menandai dibukanya pendaftaran delegasi Warrior Net Zero Emission yang berlangsung dari Agustus hingga pertengahan September 2024. Program ini menyasar pemuda desa di seluruh Indonesia untuk terlibat aktif dalam menjaga lingkungan.

Dalam sambutannya, Ketua Umum Akar Desa Indonesia, Rifqi Nuril Huda, menyatakan pentingnya perhatian terhadap desa dalam menghadapi perubahan iklim. “Kami mengacu pada data Kementerian Desa PDTT, sekitar 90% wilayah Indonesia adalah desa, dan mayoritas penduduknya adalah generasi muda yang lahir dari desa. Ini adalah sebuah keniscayaan untuk memikirkan skema yang dapat menjaga kelestarian desa,” jelas Rifqi dalam keterangan yang diterima, Minggu (8/9).

Ia menambahkan bahwa program Warrior Net Zero Emission ini adalah bentuk gotong royong pemuda desa dalam mewujudkan keadilan iklim di desa-desa.

Pada kesempatan yang sama, Anggota Dewan Energi Nasional, Dina Nurul Fitria, memberikan apresiasi terhadap inisiatif Akar Desa Indonesia. “Kami di DEN sangat mendukung program ini karena sejalan dengan kebijakan energi pemerintah untuk mencapai target bauran energi baru dan terbarukan (EBET) guna mengurangi emisi karbon yang berdampak pada pemanasan global,” ungkap Dina.

Ia juga menyebutkan bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN) telah selesai dibahas bersama DPR RI dan diharapkan dapat mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.

Koordinator Nasional PWYP, Aryanto Nugroho, juga menegaskan bahwa desa sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. “Penting bagi kita untuk membumikan isu perubahan iklim di desa, dengan metode yang tepat dan langsung berinteraksi dengan masyarakat. Pembentukan peraturan desa (Perdes) terkait adaptasi perubahan iklim perlu didorong oleh pemangku kepentingan di desa demi mewujudkan keadilan iklim,” ujarnya.

Dari Kementerian Desa PDTT, Taofik Hidayat menyampaikan bahwa saat ini sedang dibahas program aksi Desa Ketahanan Iklim. “Desa yang serius dalam upaya ketahanan iklim akan mendapatkan insentif tambahan dana desa,” kata Taofik.

Ia berharap program ini dapat memberdayakan masyarakat desa dalam menghadapi tantangan iklim yang semakin nyata.

Sementara itu, Annisa Nuril Deanty, Direktur Eksekutif Srikandi Energi Indonesia, menekankan pentingnya keterlibatan perempuan dalam aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. “Perempuan adalah kelompok yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, terutama dalam urusan rumah tangga terkait pangan dan energi. Maka perempuan harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan di tingkat desa,” ungkapnya.

Acara ini ditutup dengan kesimpulan bahwa desa adalah wilayah yang paling terdampak oleh perubahan iklim. Pembentukan peraturan desa terkait adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dinilai sangat penting untuk melindungi mata pencaharian masyarakat desa dari dampak perubahan iklim yang semakin mengkhawatirkan.

Sumer: Askara