HARIANHALUAN.COM – Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan setiap pertambangan harus memiliki nursery atau persemaian bibit tanaman untuk menjaga kondisi lingkungan.

Jokowi juga mengaku turut mengapresiasi dan menghargai kepedulian kelompok masyarakat yang peduli dengan lingkungan.

Jokowi menyebut dengan menjaga lingkungan, Indonesia dapat mengatasi dampak perubahan iklim dan mengingatkan bahwa dampak kerusakan lingkungan berpengaruh terhadap kualitas hidup.

Kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) menuai kritik publik luas.

Salah satunya berasal dari koalisi masyarakat sipil yang mendesak Presiden Jokowi segera membatalkan kebijakan tersebut.

Koordinator Nasional Publish What Yo Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menjelaskan dalam Pasal 83A PP 25/2024 memberlakukan penawaran prioritas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) kepada badan usaha milik organisasi kemasyarakatan (Ormas) keagamaan.

Kemudian, pada Pasal 195B ayat (2), mengatur pemerintah dapat memberikan perpanjangan bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi sebagai kelanjutan operasi Kontrak/Perjanjian selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 tahun.

Di mana, kedua pasal tersebut bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

“Kami mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut PP Nomor 25 Tahun 2024 karena pasal-pasalnya bertentangan dengan UU Minerba,” ujarnya melalui keterangan persnya.

Dia menjabarkan Pasal 83A PP 25/2024 bertentangan dengan Pasal 75 ayat (2) dan (3) UU Minerba di mana prioritas pemberian IUPK diberikan kepada Badan Usaha Milik Nasional (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selain itu, Pasal 74 Ayat (1) UU Minerba juga menyebutkan bahwa pemberian IUPK harus memperhatikan kepentingan daerah.

“Tidak ada satupun pasal dalam UU Minerba, yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk memberikan prioritas pemberian IUPK kepada ormas. Ini jelas-jelas pelanggaran terhadap UU Minerba secara terang benderang,” ujarnya.

Aryanto melanjutkan, Pasal 195B Ayat (2) PP 25/2024 bertentangan Pasal 169A UU Minerba, di mana seharusnya Kontrak karya (KK) dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian setelah memenuhi dua persyaratan.

Sumber: Harianhaluan.com


Bagikan