Pasca dilaksanakannya penertiban Izin Usaha Pertambangan (IUP) melalui Koordinasi dan Supervisi Sektor Mineral dan Batubara (Korsup Minerba) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2014-2018, telah dilakukan pencabutan dan pengakhiran 4.678 IUP. Saat ini terdapat, 5.670 IUP yang telah diterbitkan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, dimana 5.131 IUP diantaranya telah berstatus Clean and Clear(CnC) (Kementerian ESDM, Desember 2018).
Banyaknya izin tambang yang dikeluarkan telah menimbulkan sejumlah persoalan. Diantaranya adalah minimnya kepatuhan perusahaan dalam menempatkan dana jaminan dan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Data Kementerian ESDM menyebutkan sebanyak 40% dari pemilik IUP belum menempatkan jaminan reklamasi (jamrek) dan 86% dari pemilik IUP belum menempatkan jaminan pascatambang (Kementerian ESDM, Juni 2018). Ditemukan juga tidak sinkronnya data laporan dan perhitungan kebutuhan dananya, hingga proses pelaksanaan di lapangan yang tidak sesuai dengan harapan.
Salah satu penyebab masalah dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang adalah belum optimalnya pengawasan dan penegakan hukum. Karenanya,PWYP Indonesia menyelenggarakan FGD mengenai Pengawasan dan Penegakan Hukum dalam Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang, (24/1) lalu, untuk mendapatkan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan pengawasan dan penegakan hukum.
Tiyas Nur Cahyani, Kasi Perlindungan Lingkungan Batubara, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian ESDM, menyampaikan sejumlah upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian ESDM untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Misalnya, diterbitkannya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomo 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik yang diikuti dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 1827/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik. Juga memberikanearly warningterhadap perusahaan-perusahaan yang terlambat menyampaikan rencana reklamasi dan/atau pascatambang; menempatkan jaminan reklamasi dan/atau jaminan pascatambang; dan menyampaikan laporan pelaksanaan reklamasi dan/atau pascatambang.
Untuk mengoptimalkan kinerja Inspektur Tambang (IT), di tengah minimnya jumlah IT dibandingkan dengan izin yang harus diawasi dan minimnya anggaran pengawasan, Kementerian ESDM terus melakukan peningkatan kompetesi IT dan mulai mengembangkan sistem evaluasi reklamasi berdasarkan data spasial.
Selain itu, Kementerian ESDM bekerja sama dengan LAPAN dalam pemanfaatan penginderaan jauh dalam pengawasan reklamasi dan pasca tambang. Tentu saja, koordinasi dengan instansi terkait seperti Binwas Terpadu dengan DPR, supervisi tata kelola reklamasi bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) KPK dan Itjen Kementerian ESDM tetap intens dilakukan. Adapun terkait dengan penegakan hukum pidana, diakui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) belum optimal bekerja dan sudah menjadi perhatian khusus dari Kementerian ESDM.
Wahyu Widhi Heranata, Kepala Dinas ESDM, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menyampaikan sejumlah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong kepatuhan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang. Diantaranya, meningkatkan anggaran untuk IT melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), membentuk tim kerja IT yang terpadu dan berkelanjutan dan mengembangkan sistem pengawasan online yang connectdengan mekanisme penjualan dan ekspor, sertadengan sistem penerimaan negara. Sedangkan untuk mencegah tidak berulangnya tragedi 32 anak yang menjadi korban meninggal di lubang tambang, Dinas ESDM Kaltim telah mengirim surat edaran ke perusahaan IUP dan PKP2B di Kaltim untuk mencegah terjadinya kecelakaan di lubang tambang.
Jamil, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengkritik pemerintah yang belum melakukan penegakan hukum atas tidak dilaksanakannya reklamasi dan pascatambang. Menurutnya, kasus lubang tambang di Kaltim menjadi contoh lemahnyaupaya penegakan hukum. Selain itu, pemerintah juga didesak untuk tidak mengeluarkan izin tambang dalam jumlah yang besar, jika melihat terbatasnyakemampuandalam pengawasan pertambangan.
Rabin Ibnu Zainal, Direktur PINUS (Pilar Nusantara) mengungkapkan bahwa pengawasan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang, bisa lebih optimal apabila melibatkan partisipasi masyarakat. Pengalaman kolaborasi antara Dinas ESDM dan masyarakat sipil di Sumsel sepanjang 2014-2016, cukup efektif dalam penertiban Izin Usaha Pertambangan. Hasilnya, terjadi peningkatan transparansi data IUP, adanya sinkronisasi data, serta 218 IUP dicabut dan diakhiri. Kolaborasi antara Pemda dan masyarakat sipil pun tampak dalam upaya menghadapi gugatan dari 10 IUP yang dicabut dan/atau diakhiri.
Untuk mempermudah pengawasan publik terhadap IUP yang beroperasi di Sumsel, Pemda membangun portal data http://minerba.desdm.sumselprov.go.idyang mempublikasikan SK IUP, nama perusahaan, alamat perusahaan, luasan, dana jaminan reklamasi dan pasca tambang, iuran tetap, royalti, dan produksi. Portal ini juga merupakan kolaborasi antara Dinas ESDM Sumsel dan PINUS Sumsel.
Saat ini, masyarakat sipil di Sumsel juga sedang menginisiasi forum komunikasi antar pihak (pemerintah, masyarakat, dan perusahaan), penciptaan kader pendamping masyarakat sekitar tambang, dan edukasi masyarakat sekitar tambang terkait produksi, lingkungan, tenaga kerja, dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Adrianus Eryan Peneliti Indonesia Center for Environmental Law(ICEL) menekankan adanya upaya penegakan hukum melalui pidana lingkungan maupun pidana korporasi. Meskipun hal ini berat dan masih sedikit (dan hampir tidak ada) kasus-kasus pidana yang diangkat, khususnya sektor pertambangan. Namun, upaya membangun kasus pidana di sektor pertambangan harus dimulai.