Inovasi adalah kunci untuk mendorong tata kelola pemerintahan daerah yang akuntabel dan transparan. Setidaknya itulah yang dilakukan oleh Suyoto atau yang kerap disapa Kang Yoto, Bupati Bojonegoro. Pada Oktober 2016 lalu, Kang Yoto mendeklarasikan Open Data Kontrak (Open Contracting) untuk mendukung implementasi dari open government partnership (OGP) bersama pemangku kepentingan lain.
Capaian itu tidak terlepas dari terpilihnya Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur menjadi wakil Indonesia sebagai percontohan pemerintah daerah terbuka tingkat dunia sehingga harus berkomitmen menerapkan empat prinsip OGP, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan inovasi teknologi informasi (Information and Technology/IT).
Kang Yoto menuturkan open data kontrak itu telah diundangkan dalam Peraturan Bupati nomor 1 tahun 2017 tentang Keterbukaan Dokumen Kontrak. Menurut dia, bukan hanya kontrak bisnis antara SKPD dengan badan usaha, selain itu kontrak profesional juga dibuka ke publik. “Dengan adanya keterbukaan kontrak ini, dampaknya masyarakat bisa mengetahui dan memantau arah dan kebijakan pembangunan daerah,” ujarnya dalam diskusi PWYP Knowledge Forum bertajuk “Open Data bagi Daerah Kaya Migas” di Kantor PWYP Indonesia, 3 Maret 2017.
Kang Yoto mengungkapkan proses menjadikan pemerintah terbuka di Kabupaten Bojonegoro tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Ditambah lagi, sukarnya mengubah kepercayaan individu menjadi institusional. Keterbukaan Kontrak menjadi penting untuk mencegah masalah akut, yaitu korupsi. “Open Contracting di Kabupaten Bojonegoro ini ibaratnya creating new box. Karena belum ada aturan di UU,” kata Yoto.
Proses bisnis open data kontrak di Kabupaten Bojonegoro dimulai dari usulan masyarakat melalui e-Musrenbang. Kang Yoto mencontohkan, mulai dari perencanaan pemerintah (e-Planning), penyusunan anggaran (e-Budgetting), pengadaan (e-Procurement), dan pelaporan (e-reporting). “Semua dokumen pengadaan dibuka, termasuk alasan pemilihan mitra, juga komentar masyarakat. Jadi tak ada lagi rekanan abal-abal. Once you open, you never close again. Karena masyarakat berhak tahu,” jelasnya.
Di sektor ekstraktif khususnya migas, kontrak yang dibuka adalah kontrak pengadaan barang dan jasa. Kontrak pengadaan barang dan jasa terdiri dari kerangka acuan, Harga Perkiraan Sendiri (HPS), proses pemilihan, alasan pemenang (Berita Acara), kontrak bisnis, monitoring SKPD, saran masyarakat, pembayaran, pencatatan aset.
Namun, untuk Kontrak Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang beroperasi di Kabupaten Bojonegoro, Kang Yoto menyampaikan bahwa data ini belum bisa dibuka ke publik karena masih termasuk dalam informasi yang dikecualikan berdasar UU Keterbukaan Informasi Publik. Kang Yoto menambahkan, “Tak semua izin harus dipercepat. Izin di industri ekstraktif harus hati-hati, diperlama kalau perlu. Kan mau merusak lingkungan,” ujarnya.
Dalam diskusi itu juga Kang Yoto mengungkapkan soal minimnya akses internet di daerahnya. Namun, kondisi itu dapat diatasi melalui radio untuk mengumpulkan aspirasi rakyat. Kemudian radio memasukkan ke @LAPOR1708. Pemkab Bojonegoro adalah pilot project @LAPOR1708 sekaligus salah satu best practice pengelolaan pengaduan.