JAKARTA – PT Freeport Indonesia (PTFI) menurut Publish What You Pay (PWYP) Indonesia masih akan menunda pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat (smelter). Alasannya tidak lain karena belum adanya kepastian perpanjangan kontrak yang akan habis pada 2021.
Koordinator Nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah mengatakan, tidak adanya kepastian tersebut juga membuat Freeport mengatur jumlah produksinya. Mereka dinilai akan meningkatkan jumlah produksi bahan tambang mineral mentah untuk diekspor dalam jumlah besar.
“Freeport mereka kontrak sampai 2021. Mereka atur produksinya, sekarang sedang tinggi karena mereka tidak dapat kepastian kontrak diperpanjang,” ujarnya di Jakarta.
Hal tersebut kata dia, membuat Freeport memanfaatkan relaksasi ekpor mineral mentah untuk meningkatkan pendapatan. Sementara pembangunan smelter dinilai tidak penting karena tidak ada kepastian keberlanjutan usaha di Tanah Air.
“Sehingga akan ekspor bahan mentah dan menunda pembangunan smelter, tidak ada kepastian perpanjangan. Mereka perhitungkan izin ekspor konsentrat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Freeport Indonesia mengemukakan baru akan memulai pembangunan smelter yang ada di Gresik, Jawa Timur pada Juni 2016. Padahal, Freeport diharuskan menyelesaikan pembangunan smelternya pada 2017 yang merupakan bagian kesepakatan dari renegosiasi kontrak karya yang telah disepakatinya dengan pemerintah sejak akhir 2014 lalu
Director and Executive Vice President Freeport Indonesia Clementino Lamury mengungkapkan, saat ini progress rencana pembangunan smelter tersebut baru 11,5%. Pasalnya penandatanganan engineering procurement construction (EPC) baru dilakukan akhir 2015.
“Progress 11,5% yaitu persiapan reward based engineering design. Baru sebagian lahan Petrokimia Gresik yang direklamasi, setengahnya lagi belum. Kita sudah Amdal expose. Akhir Juli tahun ini bisa groundbreaking,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta.