TEMPO.CO, Jakarta – Publikasikan What You Pay (PWYP) Indonesia, sebuah koalisi untuk transparansi dan akuntabilitas manajemen minyak dan gas, pertambangan dan sumber daya alam, mendesak Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mempertimbangkan Minyak dan Gas Bumi Revisi hukum. PWYP mengharapkan DPR untuk menyusun rencana revisi sebelum akhir masa dengar pendapatnya.

“Musyawarah revisi UU Migas sangat penting dan mendesak,” kata koordinator nasional PWYP Indonesia Maryati Abdullah di Jakarta pada Senin, 21 November 2016. Revisi UU Migas telah terdaftar dalam Program Legislatif Nasional (Prolegnas) DPR sejak 2010 .

Maryati mengatakan bahwa Indonesia akan menghadapi krisis energi pada tahun 2025. Maryati memperkirakan bahwa Indonesia akan membutuhkan 7,4 juta barel setara minyak per hari. Minyak dan gas merupakan 47 persen dari sumber daya energi nasional, dengan jumlah total konsumsi energi mencapai 1,4 ton setara minyak per hari.

Data dari regulator hulu migas SKK Migas menunjukkan bahwa produksi minyak Indonesia hanya mencapai 250.000 barel per hari, sekitar 86 persen di antaranya dihasilkan dari ladang minyak tua. “Cadangan saat ini tidak dapat memenuhi permintaan,” kata Maryati.

Maryati menambahkan bahwa sektor minyak dan gas saat ini berurusan dengan praktik mafia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan potensi kerugian negara sebesar US $ 336,1 juta, setara dengan Rp4,4 triliun karena kegagalan kontraktor minyak dan gas untuk membayar kewajiban mereka di Wilayah Kerja yang diakhiri.

KPK juga menemukan bahwa 143 dari 319 Wilayah Kerja di sektor hulu minyak dan gas bumi belum memenuhi kewajiban keuangan mereka, sedangkan sebanyak 141 Wilayah Kerja telah gagal melakukan Penilaian Berbasis Lingkungan (EBA).

VINDRY FLORENTIN

Tempo.co |Dalam Media , Liputan Media  | Rizky Ananda Wulan Sapta Rini | November 25th, 2016