Jakarta – Di tengah komitmen Indonesia mencapai net zero emission 2060, produksi batubara justru memecahkan rekor 836,1 juta ton pada 2024—dua kali lipat batas 400 juta ton yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Hal ini memperburuk deforestasi, konflik agraria, dan ketergantungan ekonomi yang makin rapuh.
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia meluncurkan empat laporan kajian mendalam untuk mendorong penataan ulang sektor batubara dalam kerangka transisi energi berkeadilan di Indonesia. Peluncuran tersebut dilakukan melalui diskusi publik bertajuk menata “Menata Ulang Sektor Batubara Indonesia dalam Kerangka Transisi Energi yang Berkeadilan”, di Jakarta
Selatan, pada 27 November 2025. Hadir sejumlah penanggap dari perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Republik Indonesia, Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI) serta dihadiri peserta dari berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi dan pelaku usaha.
“Laporan ini merupakan kerja kolaboratif antar berbagai stakeholder dalam rangka merekomendasikan perbaikan tata kelola sektor batu bara Indonesia dalam kerangka transisi energi berkeadilan di Indonesia. Mulai dari kebijakan pengendalian produksi batubara di hulu, dorongan transparansi dan penegakan hukum, hingga mendorong bagaimana pelaku usaha batubara memikirkan upaya jangka panjang untuk shifting usaha dari batubara ke sektor yang lebih hijau.” kata Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho dalam sambutannya.
Adapun empat laporan itu masing-masing berjudul:
- Peluang dan Tantangan Transisi Energi Pelaku Usaha Tambang Batubara di Indonesia
- Tranparansi Penetapan Kuota Produksi Batubara untuk Percepatan Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia
- Optimalisasi Pengendalian Produksi Batubara dalam Konteks Transisi Berkeadilan di Indonesia
- Urgensi Moratorium Izin Pertambangan Batubara untuk Keselamatan dan Keberlanjutan
Keempat laporan ini berangkat dari situasi dan kondisi yang berbeda dari setiap topiknya, seperti alasan atau situasi yang melandasi pentingnya pelaku usaha batu bara melihat transisi energi sebagai suatu peluang dan ikut serta menjadi bagian dari arus besar transisi energi, pentingnya transparansi penetapan kuota dan pengendalian produksi serta urgensi moratorium pasca ditetapkannya UU Minerba yang baru.
“Topik-topik ini menjadi krusial sekaligus dorongan yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah. Empat topik ini, kami melihat dari kacamata transisi energi berkeadilan,” katanya.
Secara keseluruhan, laporan-laporan tersebut memberikan rekomendasi kebijakan, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang, di antaranya:
- Memasukkan target pengurangan produksi batu bara secara bertahap dan terukur dalam revisi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan RPJMN 2025-2029 selaras dengan target mitigasi iklim sehingga memperkuat kredibilitas dan posisi Indonesia dalam implementasi Paris Agreement
- Reformasi kebijakan DMO batubara untuk memenuhi kebutuhan domestik tanpa mendorong ekspansi produksi.
- Menghentikan ekspansi tambang batubara dan prioritaskan pengembangan energi terbarukan.
- Memperketat persetujuan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) melalui
kajian dampak lingkungan dan risiko fiskal yang komprehensif. - Mengintegrasikan prinsip transparansi dalam revisi RUEN, dengan menetapkan target pengurangan produksi batubara yang terukur dan terbuka. Dalam revisi ini, prinsip-prinsip transparansi harus menjadi pilar utama dengan penetapan target pengurangan produksi batubara yang terukur, terbuka, dan dapat diawasi publik. Langkah ini sekaligus untuk mendukung kesiapan Indonesia untuk keanggotaan OECD, yang menuntut standar keterbukaan yang tinggi.
- Memperkuat pengawasan independen terhadap proses penetapan kuota melalui kolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan organisasi masyarakat sipil untuk mengurangi risiko potensi korupsi dalam penetapan kuota produksi batubara.
- Mendorong Moratorium Tambang yang lebih ambisius
- Memperkuat dan merealisasikan pembatasan produksi batubara nasional disertai pengaturan konsekuensi hukum sesuai mandat dari KEN dan RUEN
- Melakukan executive, legislative dan public review atas klausul pemberian prioritas tambang pada organisasi kemasyarakatan, UMKM, koperasi, dan perguruan tinggi yang bermasalah.
- Bagi perusahaan batubara: Evaluasi diversifikasi usaha jangka pendek (0-5 tahun), pilot project menengah (5-10 tahun) dan ekspansi panjang (10-20 tahun) ke sektor yang lebih hijau
- Pemerintah perlu menyusun kebijakan pendukung: Pemetaan ekonomi non energi nasional, insentif diversifikasi, pelatihan SDM pascatambang, dan inkubator transisi lokal
Secara lengkap, laporan-laporan yang berisi rekomendasi lengkap tersebut dapat diunduh pada link berikut diseminasi laporan dan kajian.
Narahubung:
- Ariyansah NK: aryansah@pwypindonesia.org
- Wicitra Diwasasri: wicitra@pwypindonesia.org