Jakarta – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia selenggarakan Sharing Session with Journalist: Membumikan Narasi Pengarusutamaan Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) dalam Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia pada 10 Juni 2024 di bilangan Jakarta Pusat. Kegiatan yang dipandu oleh Chitra Regina Apris dari PWYP Indonesia ini, menghadirkan Aris Prasetyo, Jurnalis Senior Kompas, sebagai narasumber. Diskusi ini melibatkan perwakilan dari berbagai organisasi masyarakat sipil (CSO), organisasi hak perempuan (WRO), dan organisasi penyandang disabilitas (DPO) untuk mempertemukan pengetahuan dan pengalaman mereka terkait narasi dan praktik di lapangan dengan dunia media.

Diskusi diawali dengan mengupas isu GEDSI dan Transisi Energi Berkeadilan yang dinilai terlalu teknis bagi orang awam, sehingga memerlukan pendekatan berlebih untuk memudahkan pemahaman dan penerimaan publik. Peserta menceritakan kesulitan dalam membumikan narasi GEDSI dan Transisi Energi; banyak istilah dan bahasa teknis yang sulit menjangkau masyarakat luas, khususnya kelompok rentan; dan menyoroti kesenjangan informasi antara masyarakat dan pemerintah serta tantangan dalam mengintegrasikan isu gender ke dalam rekomendasi kebijakan.

Aris Prasetyo menjelaskan bahwa isu transisi energi mulai populer di media massa, tetapi perspektifnya masih banyak berpusat pada pelaku bisnis dan pemerintah, belum menjangkau kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Aris menambahkan bahwa CSO memiliki peran besar dalam mengisi kekosongan agregasi kepentingan yang membawa aspirasi dari kelompok perempuan dan penyandang disabilitas. Temuan jajak pendapat Kompas menunjukkan bahwa 56% responden tidak mengetahui pemerintah sedang mengusahakan transisi energi dan 58% tidak mengetahui penyebab pemanasan global. Hal ini mengindikasikan tidak relevannya isu GEDSI maupun Transisi Energi Terbarukan di Indonesia bagi masyarakat. Di satu sisi, 59% responden menilai kebijakan pemerintah terkait transisi energi masih kurang baik.

Untuk mendorong pemerintah membumikan narasi pengarusutamaan GEDSI dan Transisi Energi Berkeadilan, diperlukan upaya melibatkan peran Media. Pertama, membangun kemitraan dengan media. Kemitraan ini bisa dilakukan melalui pendekatan informal maupun profesional di berbagai acara dan kesempatan. Kedua, melakukan kampanye publik di media sosial secara konsisten. Konsistensi dalam kampanye publik melalui media sosial akan menghasilkan fidelitas dalam sebuah gerakan. Ketiga, menggunakan cerita yang inspiratif yang dapat menarik perhatian dan dukungan masyarakat serta pemerintah. Keempat, penggunaan data dalam setiap kampanye karena potensinya untuk dapat menguatkan urgensi dari isu yang ingin disorot. Data yang dimaksud adalah data yang langsung merujuk sumber primer. Misalnya mengenai disabilitas, memprioritaskan penyandang disabilitas menjadi sumber utama. Pentingnya fasilitasi suara yang termarjinalkan adalah karena akomodasi terhadap suara tersebut sudah pasti akan mengagregasi kepentingan kelompok yang lainnya sedangkan hal yang sebaliknya tidak.

Upaya membumikan narasi GEDSI dan Transisi Energi Berkelanjutan harus mampu mendisagregasi lensa yang general terhadap kelompok masyarakat tertentu untuk dapat kemudian mengagregasi kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Pendekatan yang adaptif dan kolaboratif antara CSO, media, dan pemerintah sangat penting untuk mencapai tujuan ini.

Diskusi partisipatif antara narasumber dan peserta mengidentifikasi tantangan lain, termasuk persaingan antara media mainstream dan media alternatif. Penggunaan bahasa yang mengakomodir perubahan kultural di generasi Z dan media sosial menuntut CSO beradaptasi dan bersaing untuk mengarusutamakan isu-isu yang ingin dipromosikan. Partisipasi aktif di tingkat lokal juga menjadi poin penting yang tidak dapat dilupakan.

Penulis: Muhammad Adzkia Farirahman