Jakarta, CNN Indonesia — Ignasius Jonan tampak tenang menjelaskan soal kepemilikan saham PT Freeport Indonesia pada suatu siang akhir Agustus lalu. Namun, jawaban itu belum menjawab pertanyaan: bagaimana cara pemerintah mengendalikan saham perusahaan tambang raksasa itu nanti?

“Ini akan dibicarakan terpisah, karena ini mekanisme internal pemerintah,” kata Jonan di Kementerian ESDM. “Jadi kepo-nya nanti aja dulu.”

Siang itu dia tak sendirian.

Di sebelahnya ada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Chief Executive Officer (CEO) Freeport-McMoran Richard Adkerson.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN pun mulai bergerak. Lembaga itu tengah mempersiapkan induk usaha BUMN Pertambangan untuk menyerap pelepasan saham alias divestasi saham Freeport Indonesia yang sebesar 41,64 persen dari total 51 persen.

Sementara itu, 9,36 persen telah dikuasai pemerintah. Nilai dari total 51 persen saham tersebut diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah.

Isu pembentukan induk usaha pertambangan ini sebenarnya sudah menggaung sejak 2016, namun hingga kini bentuk nyata sinergi tak kunjung nampak.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K. Ro menjelaskan holding sektor pertambangan adalah yang paling siap direalisasikan dari enam induk usaha sektor lainnya.

“Sejumlah masalah regulasi yang masih ada akan terus digodok dan dan dibahas dalam rapat kementerian,” kata Aloysius kepada CNN Indonesia.com, Senin (4/9).

Aloysius melanjutkan, proses legalitas induk BUMN Pertambangan sudah menyelesaikan tahap harmonisasi yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno mengatakan pembentukan induk usaha BUMN pertambangan ini masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) penyertaan modal atau inbreng.

Divestasi Jalan Terus

PP inbreng merupakan payung hukum penyatuan PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum) sebagai induk tambang dengan perusahaan lainnya yaitu PT Antam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk.

“Sekarang PP-nya masih di Kementerian Keuangan,” kata dia.

Jika holding pertambangan tak kunjung selesai, ia mengatakan proses divestasi saham Freeport tetap akan jalan terus.

Caranya, pemerintah akan membentuk konsorsium guna merinci pembagian divestasi saham Freeport Indonesia yang telah disepakati sebesar 51 persen.

Konsorsium ini akan berisi perusahaan tambang BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bank nasional maupun asing, hingga BPJS Ketenagakerjaan yang telah menyatakan ketertarikannya untuk membeli saham Freeport.

“Kami akan bekerjasama dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah melalui BUMN dan BUMD,” kata Fajar.

Freeport akhirnya menjual sahamnya 51 persen ke Pemerintah Indonesia. (Foto: Dok. Akun Facebook Freeport Indonesia)

Kendati melibatkan jajaran pemerintahan di berbagai tingkatan, Fajar mengungkapkan pemerintah pusat akan memperoleh porsi saham yang lebih besar.

Namun, ia belum bersedia membeberkan skema penghitungan harga yang akan digunakan.

Tim independen yang bertugas mengkaji besaran persentasenya masing-masing calon pemegang saham baru juga tengah dipersiapkan.

“Nanti dari Freeport akan menunjuk, dari pemerintah juga menunjuk. Akhir minggu ini mudah-mudahan skemanya sudah jelas,” kata Fajar.

Niilai saham yang didivestasikan itu pun rencananya bakal dihitung dengan harga pasar yang adil (fair market value).

Freeport Indonesia juga tidak diperkenankan secara bebas menghitung cadangan emas dan tembaga di Grasberg sebagai dasar penghitungan nilai saham nantinya.

“Tetapi kalau ternyata cadangan sudah terbukti, mereka kan bisa juga membayar royalti. Itu bisa ikut diperhitungkan,” kata Fajar.

Pengamat energi dan tambang dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengatakan poin kesepakatan melalui perundingan antara Freeport dan pemerintah, sesungguhnya tidak memberikan keuntungan.

Hal ini karena poin-poin kesepakatan perundingan yang masih mengandung masalah.

Dia menilai pembelian saham divestasi di masa akan berakhirnya Kontrak Karya (KK) merupakan kebijakan yang sesungguhnya merugikan bagi Indonesia.

“Terkait divestasi saham oleh PT Freeport, sesungguhnya dalam KK perpanjangan 1991 sudah ada kewajiban divestasi saham PT Freeport yang harusnya pada tahun 2021 sudah 51 persen dimiliki Pemerintah,” ujarnya.

Potensi Korupsi

Tak hanya soal saham, namun potensi penyelewengan pun perlu diwaspadai.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi proses penjualan saham tersebut. Menurutnya, hal itu dikarenakan adanya potensi kerugian negara dan dugaan korupsi.

“KPK perlu mengawasi pejabat dengan pihak-pihak yang menjalankan fungsi itu. Apakah ditengarai ada konflik kepentingan, bribery atau kick back,” tegasnya.

Dan Ignasius Jonan pun menjawab ‘kepo’ yang muncul akhir Agustus lalu pada awal bulan ini. Tapi, juga belum menjawab pertanyaan seluruhnya.

Dia menyatakan pihaknya juga melibatkan pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Timika untuk proses penjualan saham tersebut—kini masih dalam proses perundingan.

“Sama dengan Blok Mahakam, setelah kontrak dengan total habis, sekarang dikelola oleh Pertamina,” kata Jonan dalam situs Sekretariat Kabinet, Selasa (5/9). “Jangan sampai kita mengelola sendiri malah kurang baik.” (asa)

Sumber: CNN Indonesia