Manila – Publish What You Pay Indonesia berbagi pengalaman tentang open data di sektor ekstraktif di Indonesia, dalam perhelatan forum RightsCon Southeast Asia 2015, yang berlangsung pada 24-25 Maret lalu. Rizky Ananda, Researcher PWYP Indonesia menjadi pembicara dalam sesi “Open Data and Internet Governance in Southeast Asia”, bersama pemateri lainnya yaitu Miko Canares (Web Foundation), Klaikong Vaidhyakarn (Change Fusion), Valentina Sri Wijiati dari SATUNAMA dan Muzayin (Universitas Islam Indonesia).

“Adanya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik No 14/2008 serta inisiatif pemerintah dalam membangun web (data.id), menjadi peluang dalam mendorong transparansi di sektor ekstraktif. Produk dari gerakan open data ini berupa portal yang menampilkan penerimaan dari sektor ekstraktif,” kata Rizky.

Dalam gerakan open data ini, PWYP Indonesia melakukan pemberdayaan komunitas terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tambang di Sanggau Kalimantan Barat. PWYP Indonesia bekerjasama dengan Swandiri Institute memfasilitasi warga tentang pemanfaatan instrumen open data dan wahana tanpa awak (drone) untuk melakukan spatial monitoring. Dari analisis spasial yang didapat terlihat dengan jelas adanya tumpang tindih konsesi lahan pertambangan. “Data yang diperoleh diharapkan membawa perubahan yang signifikan dalam pengambilan kebijakan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kalimantan Barat,” tutur Rizky.

Antusiasme partisipan cukup tinggi terhadap pengembangan open data di sektor ekstraktif ini. Salah satunya audiens yang berasal dari Myanmar, terlihat dari rasa ingin tahunya yang besar tentang bagaimana upaya melakukan engangement terhadap pemerintah dalam mendorong open data. “Karena bagi beberapa negara ASEAN, open data masih dilihat sebagai ancaman,” kata Rizky.

Apresiasi juga muncul dari salah satu audiens mengenai strategi dalam mempromosikan open data, dengan melibatkan masyarakat lingkar tambang sebagai subjek yang terkena dampak langsung dari aktivitas pertambangan. “Dari RightsCon Southeast Asia ini semoga negara-negara di Asia Tenggara semakin melek dan tidak alergi dengan “open data”, serta gerakan open data bukan hanya menyasar pemerintahan saja, tetapi juga melibatkan masyarakat,” pesan Rizky di ujung pembicaraan.

Dalam diskusi tersebut, pembicara lain, Miko dari Web Foundation, menjelaskan tentang bagaimana open data dalam mendorong transparansi anggaran dengan melibatkan masyarakat sipil di Indonesia. Tak kalah menarik, Muzayin delegasi dari UII dan Valentina Sri Wijiati dari SATUNAMA, memaparkan tentang uji akses informasi publik yang dilakukan warga kepada badan publik terkait. Serta analisisnya berdasarkan latar belakang, daerah (provinsi) dan suku-suku di Indonesia yang beragam.

Terakhir, Klaikong Vaidhyakarn (Change Fusion) menjelaskan tentang kolaborasi masyarakat sipil dengan privat sektor di Mekong (Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja dan Thailand) dalam mengembangkan portal berbasis open data untuk perbaikan tata kelola pemerintahan.