Jakarta – Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menjadi pemantik diskusi dalam diskusi jumatan Jimly School of Law and Government (JSLG) bersama Fakultas Hukum Universitas Jambi yaitu Ngaji Konstitusi Tematik pada 21 Maret 2025 secara daring bertajuk “Problematika Lingkungan Hidup & Tata Ruang Dalam Kebijakan Hilirisasi Sumber Daya Alam.” Diskusi dihadiri dan dibuka oleh Prof. Taufiqurrohman Syahuri, Dewan Pakar JSLG sekaligus Guru Besar FH UPN Jakarta dan dimoderatori oleh Dr. Wahyu Nugroho, Wakil Direktur JSLG tersebut.

Prof. Taufik Rahman Syahuri mengawali diskusi dengan membahas filosofi dan konstitusionalitas pengelolaan sumber daya alam (SDA) di Indonesia. Ia menyoroti bahwa sebagian besar sistem ketatanegaraan Indonesia mengadopsi dari asing, termasuk Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat. Prof. Taufik juga mempertanyakan mengapa dengan sumber daya alam yang melimpah, masyarakat masih terbebani pajak?

Aryanto mengidentifikasi sejumlah masalah terkait hilirisasi sumber daya alam, diantaranya ketergantungan pada investasi asing, kapasitas infrastruktur dan energi yang belum memadai, kualitas sumber daya manusia dan transfer teknologi yang kurang; regulasi yang belum konsisten; dampak sosial dan lingkungan, daya saing produk hilir; pembiayaan dan insentif

Aryanto mengingatkan adanya fenomena “kutukan sumber daya alam” dalam pengelolaan SDA, di mana negara-negara kaya sumber daya alam justru mengalami masalah ekonomi dan sosial. Ia menyebutkan bahwa terdapat penelitian yang menunjukkan fenomena ini terjadi di beberapa provinsi di Indonesia.

Diskusi juga menekankan pentingnya transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA. Aryanto menjelaskan bahwa transparansi bukan hanya sekadar mempublikasikan data, tetapi juga memastikan akses informasi kepada masyarakat. Partisipasi harus melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan akuntabilitas berarti pemerintah harus memberikan ruang bagi masyarakat untuk meng-”klaim” kebijakan.

Di akhir diskusi, Aryanto menekankan bahwa hilirisasi harus seimbang antara peningkatan nilai tambah ekonomi dan mendukung transisi energi. Ia juga menyoroti pentingnya fokus pada industri hilir yang spesifik dan diversifikasi ekonomi pasca-tambang.

Ngaji Konstitusi Tematik ini juga dapat disimak melalui: https://www.youtube.com/watch?v=xPJhxD55dOk&t=3828s


Bagikan