Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, dunia telah menyaksikan perubahan signifikan dalam paradigma ekonomi global, khususnya dalam transisi dari perekonomian berbahan bakar fosil menuju perekonomian rendah karbon. Langkah-langkah penting dilakukan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk mengembangkan kebijakan dan peraturan guna mempercepat transisi ke energi ramah lingkungan dan terbarukan. Pada tahun 2022, investasi global mencapai rekor sebesar $1,11 triliun, melibatkan sektor usaha, lembaga keuangan, pemerintah, dan pengguna akhir. Meskipun begitu, perempuan dan kelompok marginal tetap tertinggal dalam diskursus dan pengambilan keputusan strategis terkait transisi energi.
Diskursus transisi energi berkeadilan menyoroti pentingnya prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, dan inklusi dalam sektor energi, sekaligus mengatasi kesenjangan sosial. Sayangnya, kelompok rentan, seperti rumah tangga dengan pendapatan terendah, rumah tangga dengan kepala keluarga perempuan, dan masyarakat pedesaan terpencil, masih menghadapi kendala akses dan partisipasi dalam memanfaatkan sumber energi terbarukan. Ini menciptakan ketidaksetaraan yang perlu diatasi agar transisi energi tidak meninggalkan siapapun di belakang.
Transisi energi yang berkeadilan harus memberdayakan perempuan dan kelompok rentan sambil menghormati hak-hak mereka. Oleh karena itu, komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil, untuk melibatkan perempuan dan kelompok rentan secara aktif dalam pengambilan keputusan menjadi kunci penting. Organisasi yang dikelola oleh perempuan atau fokus pada hak-hak perempuan juga perlu membangun kapasitas agar dapat berperan sebagai mitra utama dalam memastikan transisi energi yang inklusif dan melindungi kelompok yang paling terdampak.
Pada 21-22 November 2023, Oxfam Indonesia melalui program Fair Finance Asia selenggarakan serangkaian workshop lanjutan bertemakan “Memperkuat Peran Organisasi Perempuan dalam Advokasi Pembiayaan Transisi Energi Berkeadilan”, yang melibatkan 20 organisasi perempuan dan lembaga yang bergerak dalam isu pembiayaan transisi energi, termasuk Publish What You Pay (PWYP Indonesia), yang diharapkan dapat merumuskan arah advokasi bagi organisasi masyarakat sipil. Tujuan dari kegiatan ini mencakup pemahaman mendalam terhadap situasi perempuan dan kelompok rentan dalam kebijakan dan program transisi energi, diskusi mengenai peluang dan tantangan pengarusutamaan gender dalam advokasi, serta penguatan peran dan kepemimpinan perempuan dalam memimpin diskursus dan agenda advokasi pembiayaan berkelanjutan di tingkat nasional dan regional.
Mouna Wasef, Kepala Divisi Riset & Advokasi PWYP Indonesia, dalam workshop tersebut memberikan sejumlah catatan praktik dan pembelajaran masyarakat sipil dalam mempromosikan transisi energi berkeadilan dan keuangan berkelanjutan. Ia memaparkan bahwa Indonesia telah memperlihatkan tekadnya dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan transisi energi dengan merumuskan kebijakan pengarusutamaan gender yang mencakup beberapa inisiatif utama. Salah satu inisiatif kuncinya adalah dokumen Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 Indonesia. Dokumen ini menyoroti pentingnya transisi energi yang efektif dan inklusif, serta pembangunan yang tahan iklim. LTS-LCCR 2050 mewajibkan adanya transisi tenaga kerja yang memadai, penciptaan pekerjaan yang layak dan berkualitas, serta pemenuhan kebutuhan kesetaraan dan keadilan gender, antar generasi, dan kelompok rentan.
Pada tahun 2016, Indonesia ikut serta menandatangani Perjanjian Paris dan telah menetapkan Nationally Determined Contributions (NDC) sebagai komitmennya. NDC 2016 menekankan pada tindakan konkret untuk mengatasi perubahan iklim dan mengarusutamakan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan kesetaraan antar generasi. Komitmen ini diperbarui dalam Enhanced NDC 2021, yang menegaskan kembali pentingnya mengurangi emisi dengan melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, masyarakat sipil, kelompok rentan, perempuan, masyarakat adat, dan masyarakat lokal dalam seluruh tahapan perencanaan dan implementasi.
Bali Energy Transition Roadmap G20 menjadi tonggak penting dalam menentukan strategi prioritas untuk meningkatkan teknologi energi cerdas dan bersih. Roadmap ini mengadopsi prinsip-prinsip utama untuk transisi energi yang adil dan inklusif. Fokusnya meliputi ketenagakerjaan, pembangunan sosial dan ekonomi, pelibatan masyarakat, kesetaraan gender, aspek perilaku dan kualitas hidup, serta penghapusan kemiskinan energi dan integrasi generasi muda dalam pengambilan keputusan.
Sejalan dengan langkah-langkah ini, Mouna juga menjelaskan mengenai sejumlah rekomendasi kebijakan yang diusulkan untuk memperkuat pengarusutamaan Gender Equality and Social Inclusion (GEDSI) dalam transisi energi di Indonesia. Salah satunya adalah perlu diterbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengatur GEDSI, beserta teknis operasionalnya, guna meningkatkan kepatuhan para stakeholder di sektor energi. Penyusunan peta jalan dan alokasi dana GEDSI diimplementasikan untuk mengukur capaian integrasi GEDSI dengan jelas dan diselaraskan dengan skenario waktu menuju Net Zero Emission.
Langkah-langkah lain melibatkan penyediaan spesifikasi data untuk kelompok rentan di daerah terdampak transisi energi, dari tingkat desa hingga provinsi, untuk mendukung kebijakan GEDSI yang tepat sasaran. Kerjasama antarlembaga, termasuk Kementerian ESDM, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Kementarian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Kementerian Sosial (Kemensos), dan lembaga non-kementerian, menjadi penting untuk mencapai kesetaraan gender dalam transisi energi. Terakhir, penambahan kelompok kerja GEDSI yang bekerja secara ad hoc dan sesuai dengan evaluasi kebutuhan 3-5 tahun memberikan ruang bagi organisasi perempuan, organisasi kelompok disabilitas, dan organisasi pembela hak perempuan untuk terlibat secara aktif dalam perumusan kebijakan. Melalui serangkaian langkah ini, Indonesia diharapkan dapat berkomitmen untuk mewujudkan transisi energi yang bukan hanya berkelanjutan tetapi juga adil, inklusif, dan memperhatikan aspek kesetaraan gender serta keberlanjutan sosial.
Penulis: Raudatul Jannah
Reviewer: Aryanto Nugroho