Jakarta – Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka resmi berstatus sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia, Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, 20 Oktober 2024. Dengan visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2024”, pemerintahan baru ini berkomitmen untuk mewujudkan delapan misi strategis, yang dikenal sebagai Asta Cita, termasuk didalamnya sektor energi dan sumber daya alam (SDA).
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mendesak Prabowo-Gibran dan Kabinet Merah Putih-nya untuk memprioritaskan perbaikan tata kelola sektor energi dan SDA yang sejalan dengan perwujudan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni SDA digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho mengatakan, apa yang menjadi catatan dan rekomendasi atau dorongan PWYP untuk pemerintahan baru tersebut merupakan refleksi terhadap pelaksanaan tata kelola sektor energi dan SDA pada kepemimpinan sebelumnya. Sekaligus menjawab tantangan Krisis Iklim di depan mata yang jika tidak segera ditindak lanjuti, justru memicu krisis yang lebih besar , termasuk krisis pangan, dan menyebabkan ketimpangan jika tidak ditangani dengan baik, “Setidaknya ada (3) tiga prioritas utama yang harus diprioritaskan: krisis iklim melalui percepatan transisi energi berkeadilan; penguatan demokrasi dalam tata kelola, peningkatan pengawasan dan penegakan hukum di sektor energi dan SDA” jelas Aryanto.
Percepatan transisi energi berkeadilan adalah suatu keharusan. Upaya untuk mengatasi krisis iklim harus diawali dengan pengurangan dan penghentian penggunaan energi fosil. Dalam pidato perdana saat sesaat setelah diambil sumpahnya, Presiden Prabowo menyebut soal swasembada energi dan hendak mengoptimalkan kelapa sawit untuk menghasilkan solar dan bensin, dan juga tanaman-tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung dan lain-lain. Serta energi bawah tanah geothermal dan batu bara sebagai penopang swasembada energi.
“Kami sangat khawatir, Presiden Prabowo terjebak dengan ‘false solution’ yang justru memperpanjang ketergantungan pada energi fosil, khususnya batubara, ataupun memunculkan deforestasi dan pembukaan lahan baru. Ini harus dihindari” tegas Aryanto.
Pentingnya transparansi dan akuntabilitas tak terbantahkan, terutama di saat ruang gerak masyarakat sipil semakin menyempit. “Demokrasi harus pulih. Pemerintah wajib menciptakan ruang aman bagi keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan,” ungkapnya
Selain itu, PWYP Indonesia menyoroti perlunya digitalisasi perizinan diimbagi dengan pengawasan yang ketat dan kepastian aturan untuk mendukung kepatuhan pelaku usaha. PWYP Indonesia juga mengusulkan pembentukan direktorat penegakan hukum di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk memperkuat integritas pengawasan.
Lebih lanjut, prinsip kemanusiaan dalam pengelolaan SDA harus ditegakkan. Era transisi energi membuka peluang untuk memanfaatkan nikel dan mineral kritis lainnya secara berkelanjutan. “Ekstraksi harus sejalan dengan perlindungan lingkungan dan hak masyarakat, termasuk perlindungan terhadap masyarakat adat; perlindungan kawasan ekosistem sensitive (no go zone), perlindungan hak-hak hidup masyarakat, pengarusutamaan GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social inclusion). Serta mendorong penegakkan Prinsip People before Profit dan FPIC (Free, Prior, and Informed Consent)” tuturnya.
Akhirnya, Aryanto menekankan bahwa misi untuk meningkatkan nilai tambah harus berdampak maksimal bagi Indonesia. “Kami berharap setiap langkah hilirisasi di sektor energi bisa menciptakan investasi, transfer teknologi, dan lapangan kerja dengan berlandaskan prinsip keadilan, kesetaraan, transparansi, dan akuntabilitas.”
PWYP Indonesia adalah koalisi masyarakat sipil, beranggotakan 31 organisasi masyarakat sipil di nasional dan daerah, untuk perbaikan tata kelola sektor energi dan sumber daya alam. PWYP Indonesia didirikan pada tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia pada tahun 2012 sebagai Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif.
PWYP Indonesia berfokus untuk memajukan transparansi dan akuntabilitas tata kelola energi dan sumber daya alam di Indonesia, serta di tingkat global, mengadvokasi kepentingan publik dari sudut pandang masyarakat sipil, dan memperkuat kapasitas masyarakat sipil untuk memainkan peran penting dan keterlibatan aktif dalam reformasi tata kelola energi dan sumber daya alam untuk pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Narahubung:
Aryanto Nugroho – PWYP Indonesia
aryanto@pwypindonesia.org