Jakarta – Aryanto Nugroho, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia hadir sebagai Narasumber dalam Diskusi Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Ombudsman RI yang diselenggarakan oleh Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal (Setjend) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, pada 13 Januari 2023, bertempat di Lantai 6, Gedung Setjend DPR RI, Senayan, Jakarta. Diskusi ini merupakan rangkaian kegiatan pengumpulan data dan informasi pemantauan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU Ombudsman RI), mengenai norma dan implementasi UU Ombudsman RI.

UU Ombudsman RI sendiri merupakan payung hukum dibentuknya Ombudsman RI, lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dengan demikian, Ombudsman RI merupakan suatu lembaga pengawas eksternal yang keberadaannya diharapkan mampu mengontrol tugas penyelenggara Negara dan pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan penegakan hukum. Adapun tugas Ombudsman RI salah satunya adalah memeriksa laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

UU Ombudsman RI telah diimplementasikan kurang lebih 14 (empat belas) tahun, dimana ada ekspektasi besar dari masyarakat kepada Ombudsman RI untuk dapat mengawal peningkatan kualitas pelayanan publik. Namun, masih terdapat penyelenggara pelayanan publik yang melakukan penundaan dalam pelayanan publik, penyimpangan prosedur administrasi, atau penyelenggara pelayanan publik yang tidak memberikan pelayanan baik dalam bidang pertanahan, kepolisian, pendidkan maupun bidang lainnya. Terdapat sejumlah kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan UU Ombudsman ini, baik dari aspek substansi hukum/norma, struktur hukum/kelembagaan, pendanaan, sarana dan prasarana, dan budaya hukum.

Aryanto menyampaikan sejumlah persoalan mendasar pelayanan publik saat ini, yaitu belum adanya kesesuaian pelayanan publik dengan asas-asas pelayanan publik, akses yang “adil” dan “merata” terhadap pelayanan publik, khususnya bagi masyarakat di remote area atau masyarakat kategori rentan (termasuk aspek kualitas), belum ”adil” dan “merata” mekanisme penanganan pengaduan, serta minim partisipasi masyarakat.

“Sehingga, penting dilakukan penguatan terhadap Ombudsman RI melalui revisi/perubahan UU Ombudsman RI.” Jelas Aryanto.

Aryanto juga menyampaikan sejumlah saran dan masukan untuk perbaikan UU Ombudsman RI. Diantaranya, perlunya penyesuaian UU Ombudsman RI dengan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (UU Pelayanan Publik), memperjelas posisi Ombudsman RI dengan sejumlah lembaga pengawas internal maupun eksternal lainnya, memperjelas definisi “Terlapor”, perlunya kejelasan pembagian tugas dan kewenangan Ombudsman RI di Pusat dengan Perwakilan, dan upaya untuk memastikan rekomendasi Ombudsman RI dapat dipatuhi oleh instansi penyelenggara pelayanan publik.

Aryanto mengusulkan untuk diberlakukan sanksi “administrative default” kepada pejabat penyelenggara pelayanan publik yang tidak menjalankan rekomendasi Ombudsman RI, dimana pejabat tersebut akan kehilangan hak-hak administratif-nya misalnya: kehilangan tunjangan, kehilangan fasilitas rumah atau mobil dinas atau pun yang lainnya. Aryanto juga mengusulkan, sebelum pelaksanaan sanksi “administrative default” diperlukan masa transisi dua atau tiga tahun untuk sosialisasi serta menyusun mekanismenya.

Penulis: Aryanto Nugroho