12 Juni 2014 – 09.42 WIB

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Lembaga Pemberdayaan dan Aksi Demokrasi (LPAD) dan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menggelar diskusi Industri Ekstraktif dan Realisasi DBH Riau, Rabu (11/6). Dalam diskusi yang dilaksanakan di aula Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Jalan Kopan ini membahas belum transparansi pemerintah pusat soal data minyak dan gas (migas).

Koordinator Researcher Team LPAD, Edyanus Herman Halim SE MS menyatakan riset yang dilakukan timnya menemukan fakta-fakta transparansi dari ekstraksi Migas yang jauh dari harapan. Keterbatasan ini menyebabkan daerah kesulitan dalam melakukan kebijakan bidang Migas.

‘’Hal ini merujuk pada beberapa kejadian yang ada di Riau. Blok-blok minyak yang ada, tidak pernah dipercayakan atau diserahkan secara penuh ke masyarakat Riau melalui BUMD yang ada. Mulai dari Blok Siak bahkan hari ini Blok Kampar,” ujar dosen Fakultas Ekonomi Unri ini.

Menurut Edyanus, dalam diskusi tersebut mengemuka ide agar daerah memiliki endowment fund (dana abadi). Sehingga ke depan Riau bisa memiliki kekuatan untuk mengelola sendiri blok-blok minyak dan sumber batu bara yang ada.

‘’Sering terjadi lempar bola, ketika kita tanya data kepada perusahaan atau operator Migas, mereka sebut harus ke SKK Migas. Di SKK Migas, kita malah diarahkan ke pusat informasi Migas di Jakarta dan sebagainya,’’ tambahnya.

Koordinator PWYP Indonesia, Maryati Abdullah memaparkan saat ini edukasi daerah tentang bagi hasil Migas, pengelolaan Migas hingga kemudian pengoptimalan tenaga kerja daerah masih belum berlangsung. Hal ini dikarenakan pemodal asing dan pemerintah masih berkoaliasi dalam pengerukkan sumber daya alam, tanpa memperhatikan daerah penghasil.(mar)

Sumber : riaupos.co