Sumber daya ekstraktif, khususnya sektor pertambangan migas dan mineral serta batubara secara nasional masih menjadi sektor utama penyumbang penerimaan negara (APBN), dimana 25 sampai 30% penerimaan APBN dikontribusikan oleh sektor ini. Tetapi di sisi lain, pemerintah daerah dan masyarakat sekitar sebagai “pemilik kekayaan” tidak banyak tahu dan terlibat secara langsung perihal bagaimana sektor ini dikelola dan bagaimana mekanisme pembagian dana bagi hasil (DBH) ditentukan untuk kabupaten dari pemerintah pusat.
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu daerah dengan potensi sumberdaya alam (SDA) yang cukup besar. Dengan berbagai keuntungan dari sisi geologi dan struktur alam yang dimiliki, Jawa Timur memiliki kandungan minyak dan gas (migas) yang cukup signifikan, serta sumber-sumber bahan mineral lainnya seperti batu kapur, semen dan emas yang juga cukup besar.
Jawa Timur telah memproduksikan minyak dari akhir abad ke-18 terutama dari daerah Cepu, Bojonegoro.[1] Sampai saat ini, daerah-daerah tersebut masih menjadi daerah penghasil migas. Di samping itu, sejak awal tahun 1970-an, produksi minyak juga telah ditambah dari lapangan-lapangan di lepas pantai utara Jawa Timur dan pada akhir tahun 1980-an, produksi gas bertambah dari lapangan-lapangan di lepas pantai sebelah timur pantai Jawa Timur.
[1] RPJMD Jawa Timur Tahun 2014 – 2019