Jakarta – Masih dalam rangkaian kegiatan Pertemuan Nasional Komunitas dan Organisasi Masyarakat sipil bertajuk Mewujudkan Transisi Energi yang Adil, Inklusif, dan Transformatif di Indonesia di bilangan Jakarta Pusat. Publish What You Pay (PWYP) Indonesia mempertemukan para ahli dan pemangku kepentingan, termasuk perwakilan komunitas untuk mengeksplorasi peluang dan tantangan transisi energi dalam ASEAN melalui diskusi Panel Sesi 3 bertajuk “Memajukan Transisi Energi yang Adil dan Berkelanjutan di ASEAN” pada 22 Juni 2023.

Sesi yang dipandu oleh Marlystia Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR) tersebut menghadirkan Aldilla Noor Rakhiemah, Peneliti Senior Proyek Perubahan Iklim dan Energi, ASEAN Centre for Energy (ACE), Mumu Muhajir, pendiri Ranang Istitute dan Andri Prasetiyo, peneliti Senik Centre Asia sebagai pemantik diskusi.

Aldilla membuka diskusi dengan menjelaskan peran ACE sebagai organisasi antar pemerintah dalam struktur ASEAN yang mewakili kepentingan 10 Negara Anggota ASEAN di bidang energi. ACE berperan sebagai katalisator, menyediakan platform untuk berbagi praktik-praktik terbaik, melakukan penelitian, dan mengidentifikasi solusi kebijakan dan teknologi untuk sektor energi di kawasan ini.

Aldilla menyoroti Rencana Aksi ASEAN untuk Kerja Sama Energi (APAEC), sebuah cetak biru yang memandu kerja ACE untuk meningkatkan konektivitas energi, integrasi pasar, dan mencapai keamanan energi, aksesibilitas, keterjangkauan, dan keberlanjutan. Khususnya, fokus APAEC pada keamanan, aksesibilitas, dan keterjangkauan sejalan dengan konsep transisi energi yang adil. Aldilla menekankan bahwa target energi terbarukan dan pengurangan emisi yang ditetapkan oleh APAEC untuk tahun 2025 masih belum sepenuhnya tercapai, mengindikasikan perlunya peningkatan upaya mempercepat capaian di bidang-bidang tersebut.

Mumu Muhajir, membahas pelajaran dari sub-tema pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam kerangka Energy Transition Mechanism (ETM) dan Just Energy Transition Principles (JETP). Mumu mengatakan bahwa Indonesia telah menerapkan JETP di kawasan ASEAN, sementara negara-negara seperti Afrika Selatan telah mengadopsi skema yang sama. Namun, mekanisme pendanaan untuk inisiatif-inisiatif ini berbeda, dengan Afrika Selatan lebih mengandalkan pinjaman daripada hibah.

Mumu menyampaikan kekhawatiran etis mengenai mekanisme yang ada saat ini untuk transisi energi. Ia mempertanyakan mengapa industri yang berkontribusi terhadap degradasi lingkungan menerima bantuan keuangan sementara hanya ada sedikit kompensasi untuk masyarakat yang terkena dampak dan ekosistem yang rusak. Mumu menekankan pentingnya mempertimbangkan prinsip “pencemar membayar”, menjatuhkan sanksi, dan memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terkena dampak ketika merencanakan transisi energi yang adil. Ia menekankan perlunya memperlakukan bahan bakar fosil sebagai bahan berbahaya dan memastikan penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap sejalan dengan langkah-langkah kompensasi yang memadai.

Andri Prasetiyo, memberikan wawasan mengenai konsep transisi energi, peluang, dan pertimbangan kritis di Asia Tenggara. Ia menyoroti keberadaan pembangkit listrik tenaga batu bara yang signifikan baik di negara maju maupun negara berkembang dan mendiskusikan dinamika pendanaan di ASEAN, khususnya pinjaman yang cukup besar dibandingkan dengan hibah yang diberikan oleh negara-negara seperti Cina.

Andri menekankan pentingnya memastikan bahwa inisiatif transisi energi tidak hanya bergantung pada utang baru, tetapi juga menggabungkan hibah dan pembiayaan lunak untuk mendukung transisi energi yang adil. Ia menunjukkan bahwa meskipun lembaga-lembaga seperti Bank Dunia mendanai proyek-proyek yang berhubungan dengan batu bara, fokusnya harus bergeser ke arah energi terbarukan. Andri menekankan perlunya tata kelola yang partisipatif dan proses yang bersih yang tidak hanya mencakup sumber energi bersih, tetapi juga pengembangan proyek yang bersih dan transparan.

Diskusi panel ini menyoroti tantangan dan peluang yang terkait dengan pencapaian transisi energi yang adil dan berkelanjutan di ASEAN. Para narasumber menyoroti perlunya kerja sama regional yang lebih besar, pentingnya menyelaraskan mekanisme pendanaan dengan isu-isu lingkungan dan sosial.

Penulis: Raudatul Jannah
Reviewer: Aryanto Nugroho


Bagikan