Liputan6.com, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Open Government Partnership (OGP) menyampaikan pandangan dan evaluasi atas partisipasinya dalam OGP Summit kedelapan yang diselenggarakan pada 6-7 September 2023 di Talinn, Estonia.
Koalisi Masyarakat Sipil ingin mengekspresikan apresiasi terhadap upaya Indonesia dalam mengatasi tantangan pandemi. Namun, pihaknya juga ingin menyoroti beberapa kekurangan dan penutupan informasi yang masih terjadi terkait pengadaan barang dan jasa dalam penanganan pandemi.
“Meskipun pandemi telah menjadi ujian berat bagi banyak negara, pemerintah Indonesia mampu beradaptasi. Namun, demikian, terdapat kekhawatiran terkait kurangnya transparansi dalam proses ini,” tulis Koalisi MAsyarakat Sipil melalui siaran pers.
Kejadian seperti kebocoran data warga dan pelepasan tanggungjawab perlindungan data dari pemerintah juga harus diatasi, karena minimnya transparansi berpotensi mengakibatkan ketidakakuntabilitasan.
OGP memiliki potensi besar untuk mempromosikan keterbukaan pemerintah dan peningkatan layanan publik di Indonesia. Namun, agenda ini belum menjadi prioritas utama pemerintah dalam dua periode pemerintahan terakhir. Fokus pemerintah lebih tertuju pada pembangunan proyek-proyek besar seperti Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh Indonesia, pembangunan ibukota baru, bandara, dan lainnya.
Sayangnya, implementasi PSN dilakukan dengan cepat dan sering kali mengedepankan investasi dan bisnis daripada akuntabilitas dan partisipasi publik. Beberapa undang-undang seperti UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU KPK, UU KUHP, dan UU Minerba juga mengabaikan partisipasi publik dalam proses perumusannya.
Akibatnya, indeks demokrasi Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh Economist Intelligence Unit, mengalami penurunan atau stagnasi sejak tahun 2017 hingga 2022. Bahkan dalam indikator kebebasan sipil, Filipina (7.35) saat ini dianggap lebih demokratis dibandingkan Indonesia (6.14). Serangan terhadap kebebasan sipil dan keterbukaan ruang publik terus terjadi, termasuk serangan digital, serangan fisik, dan serangan hukum terhadap aktivis.
Meskipun Indonesia menerima penghargaan OGP Award melalui program Dana Bantuan Hukum yang dikembangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil, pembahasan kebijakan publik yang partisipatif masih menjadi tantangan. Dari 15 komitmen Rencana Aksi Nasional, banyak di antaranya belum diimplementasikan dengan baik atau dilakukan tanpa keterlibatan publik yang memadai.
Pada periode Rencana Aksi Nasional VII tahun 2023-2024, masyarakat sipil terus mendorong isu-isu penting yang mendukung keterbukaan pemerintah, seperti ekstraksi sumber daya alam, kepemilikan yang bermanfaat, pengadaan barang dan jasa berkelanjutan, dan manajemen transisi energi berkelanjutan.
Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Open Government Partnership mengusulkan langkah-langkah strategis berikut untuk menjaga nilai-nilai OGP dan meningkatkan implementasi Rencana Aksi Nasional:
1. Implementasi OGP harus menjadi prioritas berkelanjutan di masa depan dan harus dijalankan oleh semua calon presiden yang akan datang. Semua calon kandidat presiden wajib berkomitmen untuk memasukkan keterbukaan pemerintah dalam visi dan misi pembangunan mereka.
2. Pelibatan aktor non-pemerintah perlu dilembagakan secara formal dengan kerangka regulasi yang jelas, termasuk akses ke sumber daya dan peran yang setara dalam pemantauan dan evaluasi.
3. Keterbukaan dalam pembahasan kebijakan publik, terutama terkait proyek-proyek strategis nasional, proyek infrastruktur, ekstraksi sumber daya alam, dan transisi energi, harus menjadi prioritas.
4. Negara harus memastikan lingkungan yang aman bagi aktivis hak asasi manusia, aktivis lingkungan, dan jurnalis, terutama dalam konteks penurunan keterbukaan ruang publik dan kebebasan berpendapat di Indonesia.
5. Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Open Government Partnership berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk mewujudkan tujuan keterbukaan pemerintah dan meningkatkan pelayanan publik demi kebaikan bersama.
Perwakilan Koalisi yang turut serta dalam kegiatan ini adalah Medialink, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Suarise, Publish What You Pay Indonesia, Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Wahana Visi Indonesia, dan Transparency International Indonesia (TI Indonesia). Indonesia sendiri adalah salah satu dari delapan negara pendiri OGP pada tahun 2011.
Sumber: Liputan6.com