JAKARTA, KOMPAS.com – CEO PT Tbk (INCO) Febriany Eddy mengatakan pihaknya sangat mendorong peran perempuan untuk turut berkontribusi secara nyata ke dalam sektor ekstraktif. Sejauh ini, komposisi di PT Vale masih di bawah 9 persen.
“Kami menargetkan keterlibatan peran perempuan di PT Vale ini dapat tumbuh mencapai 10 persen pada akhir tahun ini,” kata Febriany dalam siaran pers, Rabu (4/10/2023).
Dia mengatakan, minat perempuan untuk bekerja di sektor ekstraktif masih rendah. Hal itu tercermin dari pembukaan lowongan pekerjaan yang dilakukan perusahaan.
“Dari semua aplikasi tahun ini yang mencapai lebih dari 6.000 aplikasi, hanya 21 persen aplikan dari perempuan. Ini menunjukkan secara umum, minat perempuan melamar ke perusahaan tambang masih rendah dan menyulitkan kami untuk meningkatkan komposisi pekerja perempuan,” ujarnya.
Febri mengatakan pihaknya terus mendorong upaya memperbesar peran perempuan di sektor ekstraktif ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong terwujudnya kesetaraan gender dalam berbagai aspek.
Saat ini peran perempuan dalam berbagai sektor terus meningkat, di mana sudah banyak perempuan yang menempati posisi-posisi penting di berbagai lembaga publik seperti kementerian, lembaga negara, BUMN/BUMD, kepala daerah maupun perusahaan dan organisasi bisnis.
Meski peran perempuan di sektor ekstraktif migas dan pertambangan menunjukkan tren yang terus membaik, Survei Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2021 menunjukkan proporsi pekerja perempuan pada industri ekstraktif Indonesia cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir.
” di sektor migas dan pertambangan kurang dari 10 persen,” kata dia.
Oleh karena itu, Febri sangat mendukung jika keterlibatan perempuan semakin besar di sektor ekstraktif ini. Apalagi dalam Presidensi G20 pada 2022 telah dihasilkan Bali Leaders Declaration yang salah satunya, dalam poin ke-46, menyangkut komitmen gender equality and woman empowerment atau kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
“Sejauh ini, industri ekstraktif memang masih dipandang sebagai industri yang sangat maskulin. Tapi kami akan memberikan banyak ruang bagi perempuan untuk dapat bergabung,” tutur Febri.
Febri juga menekankan pentingnya mencegah diskriminasi gender, termasuk pelecehan terhadap perempuan. Menurutnya, hal tersebut bukan sekadar slogan, namun merupakan teladan sekaligus memastikan bahwa perusahaan sangat memperhatikan perlindungan terhadap pekerja perempuan.
“Tanpa melakukan ketentuan-ketenuan tersebut, kita tidak akan bisa menarik lebih banyak perempuan untuk bergabung ke dalam industri ekstraktif,” ujarnya.
Saat pandemi Covid-19, PT Vale memberikan kebijakan kerja yang fleksibel bagi para pekerjanya, termasuk pekerja perempuan. Saat ini, Vale masih mengadopsi 100 persen work from home bagi pekerjaan-pekerjaan yang memungkinkan, yang tentunya sangat membantu pekerja perempuan.
“Semua ini kita lakukan karena perusahaan memahami posisi perempuan dan skema work from home sangat membantu perempuan,” kata Febri.
Saat ini yang menjadi perhatian besar Vale adalah bagaimana mendorong perempuan yang untuk bekerja di sektor ekstraktif bisa lebih meningkat lagi. Untuk mewujudkan capaian tersebut, Vale aktif berkampanye di banyak universitas mensosialisasikan kepada talenta-talenta muda mengenai dunia pertambangan yang telah berubah.
“Dunia pertambangan tidak hanya milik laki-laki, tapi juga milik perempuan, dan milik semua orang. Setiap talenta yang mau berkontribusi di sektor pertambangan, kita akan berikan ruang yang luas, “ kata Febri.
Anggota MSG EITI Indonesian sekaligus peneliti Senior Indonesia Center for Environmental Law (ICEL) Astrid Debora Meliala menjelaskan, pemerintah memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk mengawasi pelaksanaan implementasi kesetaraan gender yang telah dimandatkan dalam regulasi, termasuk insentif dan disinsentif serta mewajibkan perusahaan memasukkan isu gender dengan indikator yang tepat dalam berbagai kewajiban pelaporan.
Sementara itu, perusahaan perlu mengambil sikap melalui kebijakan dengan mempertimbangkan perspektif perempuan dan menyediakan lingkungan yang supportif dan inklusif.
“Di sisi lain, masyarakat sipil harus selalu aktif menyuarakan isu kesetaraan gender mulai dari tingkat tapak hingga level kebijakan, termasuk memasukkan isu gender dalam berbagai laporan inisiatif,” kata Debora.
Sumber: Kompas.id