Environmental , Social, and Governance (ESG) menjadi fokus utama bagi para pengusaha, karena hal tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam lingkup lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Para investor menggunakan ESG sebagai standar dan strategi untuk mengevaluasi perilaku dan kinerja keuangan perusahaan. Saat ini, ESG menjadi pilar dalam kerangka kerja yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan peluang non-keuangan dalam rutinitas perusahaan. Oleh karena itu, transisi ESG tidak dapat dihindari.
Dalam pelaksanaan transisi ESG, terdapat tiga tantangan besar yang perlu dihadapi. Presiden Joko Widodo menyampaikan hal ini dalam pidatonya di S20 High Level Policy Webinar on Just Energy Transition pada 17 Maret 2023. Ia menyebutkan, “Transisi energi akan mengubah banyak hal, termasuk pekerjaan, skenario pembangunan, dan orientasi bisnis. Ada tiga tantangan utama dalam transisi energi yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak.”
Tantangan pertama adalah akses terhadap energi bersih yang terjangkau. Tidak semua warga dunia memiliki akses pada energi yang dapat diandalkan, berkelanjutan, dan modern. Tantangan kedua adalah perolehan dana yang besar untuk mendukung transisi energi. Tantangan ketiga adalah dukungan dalam bidang riset dan teknologi. Dalam transisi energi, riset dan teknologi sangat penting untuk menghasilkan teknologi baru yang lebih efisien dan kompetitif, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah pada produk industri energi baru terbarukan dan menurunkan biaya produksi.
Dukungan Pemerintah
Kebijakan Implementasi ESG adalah bukti nyata tindak lanjut dari agenda infrastruktur berkelanjutan dan investasi infrastruktur berkualitas G20 Presidensi Indonesia. Dalam pembiayaan infrastruktur, Kementerian Keuangan memiliki peranan penting dan kali ini mereka berkolaborasi dengan PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) untuk meluncurkan ESG Framework dan Manual.
Keberhasilan ini juga tak lepas dari dukungan United Nations Development Programme (UNDP) dan Pemerintah Kanada yang memberikan hibah melalui program yang dikelola Bank Dunia, untuk mengembangkan Kerangka Kerja dan Manual ESG dalam pengelolaan dukungan pemerintah dalam pembiayaan infrastruktur.
Dalam penjelasannya, Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa penerapan ESG dalam pengelolaan proyek infrastruktur memiliki manfaat yang signifikan. Salah satunya adalah membantu para pemangku kepentingan untuk mematuhi regulasi dan standar lingkungan yang berlaku, sehingga proyek tersebut dapat memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap pembangunan. Selain itu, kebijakan ini juga membuka akses terhadap pembiayaan yang lebih luas dan meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek pembangunan tersebut.
Implementasi ESG yang Harus Dikejar
Koordinator Nasional lembaga koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho, menekankan pentingnya penerapan Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam industri ekstraktif. Menurutnya, Indonesia perlu terus berupaya mengejar ketertinggalan dalam penerapan ESG tersebut, baik dalam pemberian izin maupun syarat investasi. Lebih lanjut, Aryanto menyatakan bahwa transisi energi hanya dapat tercapai jika penggunaan energi batu bara dihentikan secara total. Pemerintah juga diharapkan mengadopsi standar ESG untuk mendukung implementasinya.
Aryanto juga menyoroti perluasan pembangunan smelter yang masih menggunakan bahan bakar batu bara. Menurutnya, hal ini akan mengakibatkan energi bersih hanya menjadi ilusi. Ia juga menekankan pentingnya penerapan ESG tanpa adanya kemunduran di berbagai sektor pemerintahan. Aryanto menjelaskan bahwa implementasi ESG tidak hanya memberikan keuntungan jangka pendek dan cuan semata, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang. Implementasi ESG diharapkan dapat menjadi standar lingkungan yang berkelanjutan dan menjadi bagian dari transisi energi yang adil.
Sumber: DEMFARM.id