Ibu Kota Nusantara (IKN), 19 September 2025 – PWYP Indonesia bersama dengan konsorsium perbaikan tata kelola lahan dan lingkungan wilayah IKN melaksanakan audiensi dengan Deputi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LHSDA) Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN). Konsorsium tersebut terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil (OMS) baik nasional maupun dari Kalimantan Timur yaitu Epistema Institute, Kawal Borneo Community Foundation (KBCF), Bumi, dan Prakarsa Borneo (PB).
Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian audiensi yang dilaksanakan OMS dengan OIKN untuk membuka ruang advokasi, khususnya, terkait permasalahan tambang yang berada di wilayah IKN. Sejak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui perpindahan ibu kota negara dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2022, di IKN dicanangkan pengembangan kawasan melalui konsep perkotaan hutan atau forest city. Namun, di lapangan pembangunan ini diwarnai tantangan serius berupa deforestasi, degradasi lingkungan, tumpang tindih lahan, serta keberadaan tambang ilegal.
OIKN melalui Kedeputian LHSDA menargetkan 163.800 ha atau 65% dari total 252.000 ha wilayah IKN sebagai kawasan lindung. Sebagai langkah pengelolaan, OIKN mengambil kebijakan moratorium penerbitan dan/atau perpanjangan izin pertambangan serta mendorong pemulihan lahan bekas tambang. Saat ini tercatat terdapat 42 izin, termasuk IUP komoditas batubara, mineral bukan logam, batuan, serta satu IUP khusus dan satu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat jumlah lubang tambang di IKN mencapai 2.415 titik dengan beragam ukuran.
Dalam audiensi, konsorsium menyampaikan pentingnya kolaborasi antar kementerian/lembaga (K/L) terkait serta partisipasi masyarakat lingkar tambang untuk memperkuat pemantauan dan kepatuhan atas izin-izin yang ada. PWYP Indonesia secara khusus menekankan pentingnya penguatan penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan di wilayah IKN. Hal ini meliputi kejelasan mandat OIKN dalam pembinaan sektor pertambangan, penguatan kanal-kanal pengaduan lintas K/L agar dapat dimanfaatkan masyarakat, serta kepastian tindak lanjut hukum terhadap perusahaan yang tidak melakukan reklamasi pascatambang. Konsorsium juga menyoroti perlunya sinkronisasi kebijakan agar penegakan hukum di sektor penggunaan lahan tidak tumpang tindih, melainkan saling melengkapi.
Selain membahas permasalahan tambang di wilayah IKN, konsorsium masyarakat sipil mendorong empat agenda strategis lain yang mendukung upaya perbaikan tata kelola lahan dan lingkungan wilayah IKN. Empat agenda tersebut mencakup:
- Mendorong adanya wilayah kelola masyarakat di dalam dan sekitar IKN.
- Memastikan padu serasi kebijakan penataan ruang antara IKN dan Provinsi Kalimantan Timur.
- Memperkuat skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat di kawasan lindung IKN dan daerah sekitarnya.
- Mendukung rehabilitasi lahan berbasis masyarakat, termasuk mendorong target rehabilitasi dan penerapan prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dalam prosesnya.
OIKN melalui Deputi LHSDA menyampaikan keterbukaan terhadap masukan-masukan masyarakat sipil, termasuk mengenai kebutuhan data lapangan yang lebih komprehensif dan partisipatif. Catatan tindak lanjut terutama diarahkan pada pentingnya kontribusi komunitas lokal dan masyarakat lingkar tambang dalam memastikan pengelolaan lahan dan lingkungan di wilayah IKN berjalan sesuai visi pembangunan berkelanjutan dan berketahanan iklim.
Penulis: Muhammad Adzkia Farirahman
Penyunting: Meliana Lumbantoruan