Sekitar 400 praktisi dan inovator pengawasan hutan bertemu dan berkumpul dalam Global Forest Watch Summit (18-19 Juni) lalu, datang dari 30 negara seperti Peru, Kolumbia, Meksiko, Indonesia, China, Kamerun, dan Kenya. Keterlibatan PWYP Indonesia dalam forum ini sebagai pertanda bahwa PWYP Indonesia bersama partner lokal akan memulai kerja pemantauan hutan di Provinsi Papua Barat, khususnya mencegah deforestasi yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan.

Sejak 2014, WRI telah mengembangkan Global Forest Watch platform. Platform ini memungkinkan kita untuk melihat perubahan yang terjadi di kawasan hutan baik hutan yang ada di kawasan terdekat, maupun hutan di belahan dunia lainnya. “Akses untuk melihat perubahan bentang kawasan hutan menjadi lebih mudah tanpa melalui proses panjang, misalnya tanpa harus membangun sebuah peta berbasiskan pencitraan satelit—sebuah proses panjang yang harus dilakukan sebelum platform ini hadir. Lima (5) tahun terakhir Global Forest Watch telah mengubah business as usual di sektor kehutanan,” ujar Crystal Davis, Direktur Global Forest Watch, World Resource Institute.

Hadir delegasi lainnya dari Indonesia yaitu HAKA Aceh, WRI Indonesia, dan Women Research Institute. Tezar Pahlevi, Koordinator Pemantauan Hutan dan Penegakan Hukum, Forum Konservasi Leuser (FKL), HaKA Aceh memaparkan bagaimana upaya konservasi Kawasan Ekosistem Leuser Aceh (KEL) dengan menggunakan GFW Platform. Menurut Tezar, KEL merupakan kawasan hutan yang signifikan, mengingat KEL menjadi habitat bagi satwa langka seperti gajah, harimau, badak, dan orang utan Sumatera. KEL ini juga menyimpan cadangan air di saat musim kemarau yang bermanfaat bagi 4 juta orang yang tinggal di sekitar kawasan ekosistem tersebut.

“Membangun kepercayaan antara masyarakat sipil dan pemerintah dalam pemantauan hutan dan konservasi adalah kunci. Sehingga lembaga terkait dari pemerintah bisa menerima laporan berbasis data dari masyarakat sipil dan betul-betul mengambil aksi lanjutan atas laporan tersebut. Kabar baiknya, sistem pemantauan hutan dengan menggunakan GFW saat ini sudah diadopsi oleh pemerintah daerah dan KPH Tahura,” papar Tezar.

Sedangkan WRI Indonesia menggunakan data GFW untuk restorasi lahan gambut. Sejak tahun 2015, Indonesia mengalami kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 50% lahan gambut, kemudian pemerintah mengadakan upaya perlindungan dan restorasi lahan gambut—sebuah ekosistem paling kaya karbon di dunia dan paling banyak dicari untuk perluasan lahan pertanian.

WRI kemudian menggunakan GFW platform untuk membangun instrumen pengawasan restorasi gambut. Selain itu, WRI Indonesia juga fokus pada penyelesaian konflik lahan antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah dengan mendorong inisiatif One Map Indonesia.

Hidayah Hamzah, Research Analyst WRI Indonesia, menyampaikan dengan inisiatif One Map Indonesia ini, perlahan permasalahan konflik lahan bisa diselesaikan antar pihak dengan mengacu pada peta yang sama.

Sedangkan Women Research Institute fokus pada pendampingan komunitas perempuan di desa-desa di Provinsi Riau, dalam upaya peningkatkan perwakilan perempuan dalam proses pengambilan keputusan terkait perencanaan penggunaan lahan. Menurut Benita Nastami, peneliti Women Research Institute, data GFW menjadi basis untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi komunitas seperti pencemaran air dan udara yang terdampak dari aktivitas perkebunan sawit.

“Salah satu best practice dari penggunaan data GFW adalah, komunitas perempuan berhasil mendorong pemerintah daerah menyediakan kebutuhan-kebutuhan darurat saat bencana kebakaran hutan terjadi, yaitu pengadaan masker bagi masyarakat,” ujar Benita. “Di desa lainnya, komunitas perempuan berhasil mendorong perusahaan untuk menghadirkan bidan, sebagai alternatif atas minimnya akses terhadap fasilitas kesehatan di desa tersebut,” tambah Benita.

Inisiatif lainnya datang dari pemerintah, yaitu Peru National Protected Area Service (SERNANP)—sebuah institusi publik di bawah Kementerian Lingkungan PERU yang berkolaborasi dengan masyarakat adat setempat. Menurut Emilio Fuentes-Garcia, delegasi dari SERNANP, mereka fokus pada penyelamatan kawasan Sierra Divisor National Park dengan menggunakan GFW platform yaitu GLAD Alerts dan Forest Watcher App.

“Yang membuat kami bangga adalah pemantauan ini dilakukan bersama-sama dengan masyarakat, dan semua pihak berkontribusi dengan sumber daya yang dimiliki untuk memastikan upaya pemantauan hutan dan konservasi ini tetap berjalan, ujar Emilio.

“Laporan hasil pemantauan hutan kemudian disampaikan kepada jaksa lingkungan regional untuk upaya penegakan hukum selanjutnya, atau ditangani secara internal di dalam wilayah masyarakat adat,” tambahnya.

Asri Nuraeni, GFW Program Manager di PWYP Indonesia menyampaikan, dari sharing pengalaman pemantauan hutan dan konservasi yang sudah dilakukan oleh masyarakat sipil, pemerintah, maupun masyarakat, banyak pelajaran yang bisa diambil.

“Saat ini, data dan informasi bisa didapatkan dengan mudah. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengajak semua pihak (pemerintah, masyarakat, CSO, dan perusahaan) terlibat bersama dan sepakat dengan data yang sama.  Selain itu, yang perlu dipastikan adalah bagaimana kita mendorong aksi perubahan dari informasi dan data yang sudah didapat,” ujar Asri.