Koalisi masyarakat sipil untuk reformasi tata kelola industri energi dan ekstraktif, Publish What You Pay Indonesia, mendesak pemerintah untuk memilih Presiden Direktur Pertamina secara transparan, kredibel, dan independen. Ini untuk memastikan kelangsungan reformasi tata kelola minyak dan gas untuk memastikan keamanan energi serta mendorong Pertamina untuk menjadi perusahaan minyak dan gas kelas dunia.

Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Service Reform mengatakan bahwa penting untuk melakukan proses seleksi secara transparan. Karena itu publik dapat mengetahui apakah kandidat yang dipilih memiliki rekam jejak yang jujur ​​dan kapasitas yang terukur.

“Presiden Direktur Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbesar akan bebas dari rent seeker,” tegas Fabby di Jakarta. Yang penting, lanjut Fabby, Presiden Direktur terpilih harus memiliki integritas dan komitmen untuk melanjutkan reformasi yang terjadi di sektor minyak dan gas, terutama pengadaan minyak mentah dan bahan bakar.

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia menyarankan bahwa tim independen harus melakukan seleksi terbuka dengan uji kemampuan dan kepatutan untuk penggantian Direktur Utama Pertamina. Dia menambahkan, proses terbuka dapat menyangkal asumsi bahwa kelompok-kelompok kepentingan tertentu, yang secara publik dikenal sebagai mafia minyak dan gas terus mengintervensi BUMN migas. “Kepercayaan publik terhadap minyak dan gas BUMN harus dipertahankan dan diperkuat,” tegasnya.

Menurut Maryati, Direktur Utama Pertamina harus memiliki kriteria sebagai berikut. Pertama, memiliki integritas, kapasitas yang memadai dan pengalaman yang bermanfaat serta mempertahankan independensinya dengan tidak mudah diintervensi oleh kelompok kepentingan. Kedua, menjalankan bisnis dengan visi melalui penerapan tata kelola perusahaan yang baik yang menjunjung tinggi efisiensi dan prinsip daya saing. Karena itu ia dapat membawa Pertamina menjadi BUMN yang kuat dan global.

“Pertamina akan mengambil alih beberapa wilayah kerja minyak dan gas yang kontraknya berakhir, juga menghadapi agenda revitalisasi beberapa kilang, seperti di Cilacap, Balikpapan, dan Dumai. Belum lagi, proyek-proyek hilir yang diharapkan dapat memperkuat keamanan energi. Jangan sampai Presiden Direktur yang baru tidak memiliki kemampuan untuk mengelola aset besar itu, ”katanya.

Sebagai catatan, ada 10 blok migas yang kontraknya akan berakhir hingga 2018, di mana pemerintah telah menunjuk Pertamina untuk mengelola blok, termasuk blok Offshore Northwest Java (ONWJ), blok Mahakam (Total E&P Indonesia), blok Attaka (Inpex Corporation), blok South East Sumatra (CNOOC), blok Kalimantan Timur (Chevron Indonesia Company), blok Tengah (Total E&P Indonesia), blok Offshore Sumatera Utara (Pertamina), blok Tuban, blok Ogan Komering dan blok Sanga-Sanga.

Dalam Media, Jumpa Pers|PWYP Indonesia|February 16th, 2017