Otoritas Ibu Kota Negara (IKN) akan memberikan insentif pajak kepada para penambang yang membantu melakukan rehabilitasi hutan di ibu kota baru. Hal ini merupakan sebuah langkah yang dinilai sebagai kegagalan oleh kelompok-kelompok lingkungan hidup sebagai dalam meminta pertanggungjawaban pihak yang mencemar dan dapat menyebabkan lahan yang rusak di daerah lain dibiarkan begitu saja.

Pemerintah telah membayangkan ibu kota yang direncanakan sebagai kota hutan yang hijau dan rendah emisi, termasuk ekowisata.

Pemerintah melihat adanya kebutuhan untuk merehabilitasi sekitar 120.000 hektar lahan di ibu kota masa depan, kata Pungky Widiaryanto, direktur Otoritas IKN untuk kehutanan dan pemanfaatan sumber daya air, Kontan melaporkan pada 27 Desember.

Pemerintah berencana untuk melakukan hal ini dengan memberikan pengurangan pajak kepada para penambang hingga 200 persen dari penghasilan kena pajak berdasarkan biaya yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tersebut.

Myrna Asnawati Safitri, deputi Otoritas IKN untuk lingkungan dan sumber daya alam, mengatakan dalam sebuah pengarahan online pada 29 Desember bahwa perusahaan-perusahaan ini tidak akan diwajibkan untuk memenuhi tugas rehabilitasi mereka di Nusantara.

Selain pertambangan, insentif pajak juga berlaku untuk lahan-lahan terdegradasi lainnya di wilayah ibu kota baru yang disebabkan oleh sektor perkebunan dan kehutanan monokultur, ujarnya.

Sebagai contoh, Sepaku, distrik di mana ibu kota berada, dikelilingi oleh hutan eukaliptus untuk produksi pulp dan kertas, demikian menurut Reuters.

M. Jamil, yang mengepalai divisi hukum di kelompok lingkungan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan bahwa memulihkan hutan seharusnya menjadi tanggung jawab mereka yang merusak lahan tersebut. Ia menambahkan bahwa tidak masuk akal untuk mengharapkan perusahaan lain untuk memperbaiki apa yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

“Hal ini mencerminkan kegagalan pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban dari para pelaku [perusakan lahan],” kata Jamil kepada The Jakarta Post pada 29 Desember.

“Saya pikir itu salah untuk menggunakan [insentif ini] untuk menghapus kesalahan dari pihak-pihak sebelumnya yang merusak lahan,” tambahnya.

Perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan bisnis di kawasan hutan di bawah Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), menghadapi beberapa kewajiban konservasi lingkungan, menurut Pungky dari Otoritas IKN, termasuk merehabilitasi hutan di luar area konsesi mereka dengan basis satu banding satu.

Mekanisme ini disebut rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), ujarnya, yang mungkin sulit direalisasikan oleh beberapa perusahaan karena seringkali cukup sulit untuk mencari lokasi yang sesuai untuk memenuhi kewajiban tersebut.

“Di sisi lain, Nusantara memiliki area yang luas yang perlu direstorasi. Oleh karena itu, Otoritas IKN akan mengalokasikan lahan di wilayah ibu kota baru untuk membantu pemegang PPKH melaksanakan kewajiban rehabilitasi. Hal ini sejalan dengan upaya restorasi hutan di ibu kota baru,” kata Pungky kepada The Post pada 29 Desember.

Ia menambahkan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menjadi lembaga yang menentukan apakah pemegang PPKH dapat merehabilitasi hutan di ibu kota baru.

Sebelum pembangunan ibu kota baru dimulai, hutan sekunder hanya mencakup 16 persen dari total luas wilayah ibu kota baru, menurut Pungky, akibat laju deforestasi sebesar 1.000 hektar per tahun. Oleh karena itu, Otoritas IKN telah menetapkan 177.000 ha sebagai kawasan lindung atau kawasan hijau.

Ibu kota baru Indonesia mencakup 256.142 ha lahan, tetapi 199.962 ha di antaranya rusak karena pertambangan, dan sisanya masih belum tersentuh, menurut kelompok advokasi iklim Tuk Indonesia.

Linda Rosalina, direktur eksekutif TuK Indonesia, mengatakan pada tanggal 28 Desember bahwa pemerintah harus mengidentifikasi semua perusahaan yang berada di balik degradasi lahan dan meminta pertanggungjawaban mereka atas tanggung jawab mereka untuk merehabilitasi area ibu kota baru.

Aryanto Nugroho, koordinator nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, mengatakan ia khawatir bahwa kebijakan tersebut akan membuat upaya rehabilitasi di daerah pertambangan dan daerah aliran sungai di sekitar konsesi menjadi kurang menyeluruh dan kemungkinan akan meninggalkan masalah yang lebih mendesak.

“Rehabilitasi daerah aliran sungai adalah kewajiban perusahaan, dengan atau tanpa insentif lainnya. Jika Anda mengalihkan kewajiban rehabilitasi daerah aliran sungai ke Nusantara dengan insentif ini, ini adalah sebuah kemunduran,” ujarnya pada hari Kamis.
Agung Wicaksono, Deputi Otoritas IKN Bidang Pendanaan dan Investasi, mengatakan dalam sebuah pengarahan online pada 29 Desember bahwa pengurangan pajak yang direncanakan tidak hanya diberikan kepada para penambang, tetapi juga berlaku untuk upaya-upaya pembangunan lainnya di ibu kota baru. Sebagai contoh, program penelitian dan pengembangan akan mendapatkan potongan pajak sebesar 300 persen, katanya.

Sumber: The Jakarta Post