Jakarta, Gatra.com – Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo menyatakan pelarangan ekspor bauksit untuk program hilirisasi. Peneliti lembaga Transnational Institute, Rachmi Hertanti menerangkan bahwa hal itu merupakan tugas Negara untuk melindungi kepentingan nasional.

“Itu harus menjadi tugas dan tanggung jawab Negara, bagaimana mereka punya kewajiban untuk mempertahankan kedaulatan negara pada sisi diplomatis perdagangan internasional. Melindungi kepentingan nasional sudah wajar dilakukan pemerintah,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Refleksi Agenda Transisi Energi Berkeadilan dalam Kebijakan Rantai NIlai Mineral Indonesia”, Rabu (21/12).

Ia menerangkan bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan yang seharusnya sudah berlaku sejak lama. Ini terkait dengan bagaimana pengelolaan sumber daya alam dimanfaatkan untuk membawa kesejahteraan masyarakat.

Senada, Koordinator Nasional organisasi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mengatakan bahwa kebijakan ini bukanlah sesuatu yang baru. Ini merupakan mandat yang memang sejak awal harus dilakukan dengan tegas oleh pemerintah.

“Itu memang mandat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 terutama pasal 170 A. Meskipun sebenarnya jika membaca perjalanan proses hilirisasi ini, seharusnya larangan ekspor berlaku sejak 2014,” terangnya.

Pasal 170A sendiri berbunyi bahwa Pemegang KK, IUP Operasi Produksi, atau IUPK Operasi Produksi Mineral logam dapat melakukan Penjualan produk Mineral logam tertentu yang belum dimurnikan dalam jumlah tertentu ke luar negeri dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini mulai berlaku. Artinya, pelarangan ekspor bauksit pada 2023 mendatang memang merealisasikan aturan yang sudah ditetapkan.

Ia menyebutkan bahwa pemerintah kerap melakukan relaksasi dalam upaya mewujudkannya. Relaksasi ini dilakukan pada 2017, yang kemudian kembali diperpanjang hingga 2023 berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Ini menunjukkan adanya keterlambatan dan kurang tegasnya pemerintah dalam melarang ekspor

“Pemerintah bolak-balik melakukan sejak 2014 menjadi 2017, direlaksasi lagi menjadi 2023. Artinya, di pemerintahan Indonesia sendiri tidak konsisten,” ujarnya.

Ary mengatakan bahwa komitmen regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus dipekruat. Selain itu dalam mengembangkan pengolahan bauksit di dalam negeri, ia menyebutkan bahwa perlu adanya roadmap industry dari hulu ke hilir, dengan mengadopsi prinsip pembangunan inklusif dan berkelanjutan dengan target adaptasi perubahan iklim.

Pemerintah memutuskan melakukan pelarangan ekspor bijih bauksit sekaligus mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri. Kebijakan pelarangan tersebut akan mulai diberlakukan pada Juni 2023. Dari industrialisasi bauksit di dalam negeri ini, Jokowi menyebutkan bahwa pendapatan negara diperkirakan akan meningkat dari Rp21 triliun menjadi sekitar kurang lebih Rp62 triliun.

Sumber: Gatra