Sudirman Said
Sudirman Said

JAKARTA, KOMPAS — Setiap wilayah kerja minyak dan gas bumi yang akan habis masa kontraknya akan diserahkan kepada PT Pertamina (Persero) untuk dilanjutkan operasinya. Penugasan bagi Pertamina tersebut sedang diusulkan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Keistimewaan bagi Pertamina tersebut untuk mendukung ketahanan energi nasional.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, perusahaan minyak nasional (national oil company) seperti Pertamina harus menjadi andalan nasional dalam hal ketahanan energi. Khusus di sektor hulu bisnis minyak, Pertamina akan didorong menjadi perusahaan berdaya saing tinggi.

“Pemikiran pemerintah, blok yang sudah selesai diserahkan kepada Pertamina. Hal itu dinyatakan dalam undang-undang dan dalam turunannya nanti dipertegas hak pengelolaannya. Ini belum tentu disepakati, kita lihat saja proses di depan,” kata Sudirman, Jumat (13/3), di Jakarta.

Sudirman menambahkan, Pertamina juga harus diberi kesempatan menjadi pemain utama sektor migas di dalam negeri. Apalagi, di masa mendatang, kebutuhan minyak akan semakin besar seiring laju pertumbuhan penduduk.

Selain itu, lanjut Sudirman, cara pandang pengelolaan migas di dalam negeri harus diubah. Selama ini pengelolaan migas dipandang sebagai salah satu sumber penerimaan negara. Pandangan itu harus diubah bahwa migas harus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

“Kami berharap pembahasan revisi undang-undang bisa rampung tahun ini. Saya kira pemerintah dan DPR punya keinginan yang sama,” ujarnya.

Sudirman mengatakan, semangat merevisi undang-undang tersebut untuk memperbaiki iklim investasi migas di Indonesia. Selain itu, revisi tersebut juga membahas status lembaga Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

“Sejauh ini, pada beberapa diskusi pembahasan revisi, SKK Migas akan menjadi BUMN khusus yang diberi kewenangan kuasa pertambangan,” katanya.

Pengamat energi dari Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, niat pemerintah memberi keistimewaan kepada Pertamina bisa berdampak positif terhadap ketahanan energi nasional. Namun, posisi dan kewenangan SKK Migas perlu diperjelas.

“Pemberian keistimewaan kepada Pertamina untuk melanjutkan operasi wilayah kerja migas tidak bisa terlepas dari status SKK Migas nanti akan menjadi apa. Hal ini yang perlu dikaji lebih jauh,” kata Pri Agung.

Cadangan strategis

Maryati Abdullah, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia, koalisi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola sumber daya ekstraktif migas, mengatakan, pihaknya sudah mengusulkan beberapa hal dalam revisi UU No 22/2001 kepada Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang diketuai Faisal Basri. Salah satu usulannya adalah perencanaan pengelolaan migas.

“Perencanaan pengelolaan migas harus memuat aspek ketahanan energi nasional. Salah satunya adalah pengalihan kebutuhan energi dari minyak dan gas bumi ke energi baru terbarukan,” kata Maryati.

Dalam RUU tersebut, lanjut Maryati, ditekankan juga mengenai pentingnya cadangan strategis minyak nasional. Saat ini, Indonesia belum mempunyai cadangan strategis minyak jika sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat, misalnya perang. Indonesia mengandalkan cadangan bahan bakar minyak yang hanya cukup untuk 18 hari.

“Perlu dihimpun dana hasil penjualan sumber daya alam yang tidak terbarukan untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan, termasuk untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan pencarian cadangan minyak dan gas baru,” ujar Maryati. (APO)


Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Maret 2015, di halaman 18 dengan judul “Pemerintah Beri Keistimewaan untuk Pertamina”.