Jakarta, 11 Juli 2025 – PWYP Indonesia menyelenggarakan PWYP Knowledge Forum (PKF) sebuah kegiatan diskusi rutin yang difasilitasi Sekretariat Nasional PWYP Indonesia bersama dengan 31 Anggota Koalisi lainnya di seluruh Indonesia secara hybrid. Acara ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), POKJA 30, warga terdampak tambang, dan Forum Rakyat Kalteng (FRK), untuk membahas urgensi penegakan hukum energi dan sumber daya alam.

Diskusi ini lahir dari kegelisahan masyarakat sipil akan lemahnya penegakan hukum di sektor ekstraktif selama ini. Dengan adanya momentum pembentukan Ditjen Gakkum ESDM, masyarakat sipil mencoba menakar untuk melihat peluang dan tantangan kelembagaan yang harapannya dapat memperkuat tata kelola sumber daya alam.

Saffana Rezky, Peneliti ICEL memaparkan bahwa pembentukan Ditjen Gakkum ESDM merupakan amanat presiden yang telah diinstitusionalisasikan melalui Peraturan Presiden Nomor 169 Tahun 2024 tentang Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam. Ditjen ini memiliki tugas utama meliputi pengawasan kepatuhan, penerapan sanksi administratif, dan penegakan hukum.

Terdapat lima direktorat di bawahnya, dengan empat diantaranya dibahas secara rinci: Direktorat Pencegahan, Intelijen, dan Penanganan Pengaduan yang berfokus pada pengaduan masyarakat dan intelijen untuk mengumpulkan serta menganalisis data sektor ESDM serta bertugas menyusun kebijakan dan pedoman teknis untuk mencegah pelanggaran.

Direktorat Penindakan Pidana: Menangani penyelidikan kasus pidana berdasarkan regulasi seperti UU Minerba, UU Panas Bumi, dan UU Ketenagalistrikan. Direktorat ini memisahkan penanganan pelanggaran pidana dan perdata.
Direktorat Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Administratif: Mengelola sengketa dan sanksi administratif, termasuk potensi gugatan oleh Kementerian ESDM, meskipun kewenangan ini belum setegas di UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Direktorat Penanganan Aset dan Barang Bukti: Mengelola aset dan barang bukti sebelum diproses ke pengadilan, seperti PLTU atau LPG yang terlibat dalam kasus hukum.

Saffana menekankan pentingnya safeguarding dalam penegakan hukum agar tidak merugikan masyarakat. Ia juga menyoroti perlunya pengawasan preventif untuk mencegah pelanggaran sebelum terjadi.

Buyung Marajo dari POKJA 30 menyoroti empat isu utama sektor ekstraktif: korupsi, kerusakan lingkungan, konflik, dan kriminalisasi, dengan contoh konflik perizinan, ganti rugi, relokasi, serta kemitraan di Kalimantan yang memicu ketegangan antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. Ia mengkritik lambatnya respons birokrasi, pembiaran sistematis, dan pembenaran PSN atas pelanggaran. “Yang legal saja melanggar, apalagi yang ilegal,” tegasnya. Buyung berharap Ditjen Gakkum ESDM menangani pelanggaran masa lalu secara transparan tanpa tekanan politik, serta mengusulkan evaluasi kinerja 100 hari kerja khusus di Kalimantan.

Suara Masyarakat Terdampak

Warta, warga Muara Kate, Kabupaten Paser, menyampaikan pengalaman pahit masyarakat akibat tambang legal yang menyempitkan lahan pertanian, memicu tuduhan penyerobotan, dan ketidakadilan penegakan hukum warga kecil ditindak sementara perusahaan dibiarkan. Menyambut Perpres No. 169/2025 tentang Ditjen Gakkum ESDM sebagai harapan baru, ia menekankan alur pengaduan jelas, perlindungan pelapor, serta aksi nyata untuk keamanan bertani, bukan sekadar “gagah-gagahan”.

Kebingungan Kewenangan dan  Resiko Kriminalisasi

Erwin dari FRK mengungkap kebingungan masyarakat atas kewenangan Gakkum ESDM dan KLHK dalam pelanggaran lingkungan, di mana ESDM anggap AMDAL hanya syarat formal tanpa verifikasi mendalam seharusnya ESDM juga memeriksanya. Ninda dari ICEL menambahkan KLHK hanya beri rekomendasi pencabutan izin lingkungan ke kementerian sektoral, yang sering tidak ditindaklanjuti, sehingga butuh sinergi tanpa tumpang tindih. Tandu Ramba, fokus pada just energy transition, ingatkan transisi adil terabaikan dan Gakkum ESDM berpotensi jadi “pedang bermata dua” untuk kriminalisasi masyarakat, sehingga perlu kewaspadaan agar tidak menambah beban.

Harapan dan Langkah ke Depan

Diskusi ini menegaskan bahwa pembentukan Ditjen Gakkum ESDM merupakan langkah progresif,  meski sarat tantangan. Masyarakat berharap lembaga ini mampu bekerja secara independen, transparan, dan responsif tanpa terjebak birokrasi atau kepentingan dan tekanan politik. Penguatan mekanisme pengaduan masyarakat, perlindungan pelapor, dan sinergi dengan KLHK menjadi poin krusial untuk memastikan penegakan hukum yang berkeadilan.

Sebagai langkah konkret, Buyung mengusulkan pembentukan working group di Kalimantan untuk memantau kinerja Gakkum dalam 100 hari kerja pertama. “Ini angin segar, tapi kita harus pastikan Gakkum benar-benar ‘sakti’ dan tidak tunduk pada kepentingan atasan,” tutupnya.

Acara ini menegaskan komitmen PWYP Indonesia untuk terus mendorong tata kelola sumber daya alam yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada masyarakat. Dengan kehadiran Ditjen Gakkum ESDM, diharapkan penegakan hukum di sektor energi dan SDA dapat menjadi lebih efektif, melindungi hak masyarakat, dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

Penulis: Ledis Sixti Nauli
Reviewer: Meliana Lumbantoruan

Privacy Preference Center

Skip to content