Jakarta – PWYP Indonesia menyelenggarakan pelatihan dasar penyusunan ringkasan kebijakan atau policy brief untuk advokasi kebijakan publik bagi organisasi masyarakat sipil pada 19 dan 20 Juli 2022 secara daring dan diikuti oleh anggota koalisi PWYP Indonesia. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan acuan pemahaman dan pengetahuan anggota Koalisi PWYP Indonesia dalam penyusunan dan penulisan Policy Brief yang terstruktur dan efektif sesuai bidang kepakaran dan advokasi organisasi. Serta peserta yang mengikuti pelatihan ini dapat mengembangkan kualitas penyusunan Policy Brief masing-masing organisasi anggota koalisi.

Hadir sebagai trainer pada pelatihan ini diantaranya adalah Victoria Franggidae, Herni Ramdlaningrum, dan Eka Afrina Djamhari, Perkumpulan Prakarsa. Pelatihan ini berlangsung selama dua hari yang memuat materi dan juga praktik pembuatan policy brief. Pelatihan ini diperuntukkan kepada setiap perwakilan anggota koalisi PWYP Indonesia. Pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peserta yang terlibat selaku pegiat advokasi kebijakan publik masing-masing organisasinya. Hal ini penting guna menunjang riset-riset yang dilakukan oleh organisasi koalisi dalam memberikan masukan untuk para pemangku kepentingan dalam memutuskan kebijakan strategis baik pada tataran pusat maupun daerah.

Salah satu alat advokasi yang dapat digunakan oleh para pegiat masyarakat sipil adalah melalui penyusunan ringkasan kebijakan atau policy brief. Policy Brief merupakan media yang menguraikan secara ringkas dasar rasional dalam pemilihan alternatif kebijakan tertentu atau usulan tindakan terhadap kebijakan yang berlaku saat ini (Nicola & Walsh, 2008). Policy Brief juga dapat menjadi alat utama untuk mengkomunikasikan temuan kajian kepada para pemangku kepentingan untuk mengadopsi alternatif yang diusulkan (Young & Quinn, 2007).

Singkatnya, policy brief berfungsi sebagai pendorong untuk mengambil tindakan. Untuk membuat dampak yang signifikan kepada pemangku kebijakan, policy brief tidak hanya harus menarik secara konseptual, namun juga menarik secara visual. Hal ini mengingat para pemangku kebijakan memiliki waktu yang terbatas untuk membaca temuan atau rekomendasi. Temuan survei Overseas Development Institute (ODI), mengungkapkan bahwa sebagian besar pembuat kebjakan hanya menghabiskan 30-60 menit membaca tentang isu tertentu (Walsh & Jones dalam ODI, 2007). Oleh karena itu, ringkasan kebijakan harus menarik perhatian dan menyajikan rekomendasi dan informasi dengan cara yang sistematis dan mudah diingat.

Penulis: Chitra Regina Apris
Reviewer: Meliana Lumbantoruan