Balikpapan, 16-17 September 2025 – Peran masyarakat sipil dalam perbaikan tata kelola sektor mineral dan batubara (minerba) sangat penting dan tidak dapat diabaikan. Keterlibatan masyarakat menjadi kunci untuk mewujudkan tata kelola yang bertanggung jawab, transparan, akuntabel, dan partisipatif mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Selain itu, penguatan peran publik juga penting untuk mengantisipasi dampak negatif seperti perampasan lahan dan kriminalisasi, sekaligus mendorong transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, kebijakan publik benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan keadilan ekologis.
Berangkat dari urgensi tersebut, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyelenggarakan pelatihan bagi perwakilan organisasi masyarakat sipil (OMS) bertajuk, “Memahami Tata Kelola Pertambangan Mineral dan Batubara Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara”. Kegiatan ini dilaksanakan di Balikpapan, 16-17 September 2025, dengan peserta dari perwakilan OMS dari berbagai daerah di Indonesia.
Pelatihan ini bertujuan memperkuat kapasitas dan peran masyarakat sipil dalam mendorong perbaikan tata kelola sektor pertambangan minerba, mulai dari aspek perizinan, penerimaan negara sekaligus melihat peluang dan tantangan dalam mempercepat transisi energi berkeadilan di Indonesia.
Hadir sebagai sesi pembuka Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Minerba Kementerian ESDM, Siti Sumilah Rita. Siti menyampaikan paparan tentang arah perbaikan tata kelola minerba pasca Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selain itu, hadir mewakili Plt Sesditjen Penegakan Hukum Kementerian ESDM Sahid Junaidi, I Gede Yudistira, yang membahas penguatan, pengawasan dan penegakan hukum pada sektor pertambangan minerba. Kemudian akademisi Universitas Indonesia, Tri Hayati, yang menyampaikan sejarah hukum pertambangan minerba.
Setelah sesi pembuka, tim PWYP Indonesia menyampaikan materi mengenai konsep penguasaan negara terhadap Minerba, dan pembagian kewenangan pusat dan daerah pasca UU No 2/2025. Sesi materi ini membahas tentang bagaimana konsep hak menguasai negara dan implementasinya dalam tata kelola minerba. Menegaskan bahwa rakyatlah pemilik sumber daya alam, sehingga penguasaan negara dan pengelolaannya oleh pemerintah harus selalu berorientasi pada amanat pasal 33 ayat 3 UUD 1945; untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Materi berikutnya membahas mekanisme pengalokasian perizinan pertambangan minerba yang kini berbasis izin, bukan kontrak, serta implikasinya terhadap tata kelola. Juga menjelaskan tentang bagaimana bentuk pengurusan perizinan dan persyaratan serta mekanisme pemberiannya.
Pada hari kedua, PWYP Indonesia membawakan tiga materi tambahan. Pertama, mengenai hak dan kewajiban pemegang izin pertambangan. Menjelaskan tentang pemenuhan kewajiban pemegang izin yang saat ini berlaku pasca UU No 2/2025. Juga sanksi yang diberikan bila pemegang abai terhadap kewajibannya. Salah satu yang menjadi sorotan pada sesi materi ini yakni persoalan kewajiban reklamasi dan pasca tambang.
Kedua, memahami aliran penerimaan negara dari minerba. Ini mengulas tentang bagaimana aliran penerimaan negara —Penerimaan Negara bukan Pajak (PBNP) minerba— dari pemegang izin pertambangan hingga masuk ke kas negara. Ketiga, mengulas mekanisme transfer penerimaan negara dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Sepanjang pelatihan, para peserta aktif berbagi pengalaman dan pandangan. Secara umum, regulasi sektor minerba dinilai telah cukup komprehensif, namun dalam praksis belum sepenuhnya berjalan. Salah satu yang menonjol adalah lemahnya pengawasan terhadap kewajiban reklamasi dan pasca tambang. Selain itu, sejumlah kebijakan juga menuai kritik, seperti pemberian kelonggaran royalti, lemahnya penegakan hukum, transparansi dokumen perizinan dan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB), serta partisipasi bermakna masyarakat. Catatan-catatan ini menjadi bekal advokasi bersama untuk mendorong perbaikan tata kelola pertambangan yang lebih adil, transparan, dan berpihak pada rakyat.

